KOMPAS.com - Diet bebas gluten utamanya diperlukan untuk orang yang alergi dengan gluten atau anak berkebutuhan khusus dengan autisme. Namun ternyata diet bebas gluten juga bermanfaat bagi mereka yang kerap mengalami problem pencernaan.
Manfaat ini dirasakan langsung oleh pembawa acara sekaligus penyiar radio Lucy Wiryono. Karena anak pertamanya mengidap autisme, ia sekeluarga memutuskan untuk menjalani diet bebas gluten. Berkat ikut menjalani diet tersebut, konstipasi atau sembelit yang kerap dialaminya perlahan mulai mengalami perbaikan.
Lucy menceritakan, awalnya memang diet bebas gluten dilakukan demi kebutuhan anak pertamanya. Namun akhirnya ia dan suami berkomitmen untuk menjalani diet tersebut bersama-sama, satu keluarga.
"Enggak mungkin kan dia melakukan diet itu sendiri, sementara kita bebas makan yang tepung-tepung. Lagi pula kalau pengolahan makanan bergluten dengan bebas gluten dicampur, itu juga enggak akan bermanfaat bagi yang perlu diet bebas gluten," paparnya di acara peluncuran produk bebas gluten di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Awalnya, Lucy mengaku masih sulit menerapkan diet bebas gluten. Bagaimana tidak, makanan dengan bahan dasar gandum hampir selalu menjadi santapannya sehari-hari. Apalagi pemilik Holycow! Steakhouse ini memiliki hobi menyantap cake dan cookies yang semua terbuat dari tepung terigu.
Ditambah lagi, produk bebas gluten masih sulit ditemui di Indonesia. Kalaupun ada, rasanya belum seenak produk-produk makanan yang berbahan dasar tepung terigu.
Lucy pun memutar otak untuk menyiasati dietnya. Ia awalnya hanya menyediakan makanan dengan bahan baku beras, jagung, atau sagu di rumah. Selain itu juga ia mencari produk-produk cake atau kue yang bebas gluten.
Lama-lama karena sering di rumah dan disiplin dengan diet bebas gluten, ia pun menjadi terbiasa. Manfaat dari diet ini pun perlahan ia mulai rasakan.
"Saya pun baru sadar sembelit saya sudah enggak ada lagi sejak diet bebas gluten. Padahal dulu saya bisa BAB dua hingga tiga hari sekali," ungkapnya.
Diet bebas gluten saat ini memang masih lebih populer di kalangan anak berkebutuhan khusus yang mengidap autisme. Bagi anak autis, adanya gluten dapat mengakibatkan gangguan metabolisme, khususnya pada bagian usus halus. Pencernaan gluten menimbulkan reaksi peradangan yang dapat merusak mukosa usus halus.
Peradangan pada usus bisa membuat usus bocor dan gluten akan beredar di dalam darah. Bila menuju otak, gluten akan bereaksi membuat efek seperti mengonsumsi bahan-bahan adiktif, sehingga konsumsi gluten akan berbahaya bagi mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.