Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejauh Mana Perkembangan Terapi Stem Cell di Indonesia?

Kompas.com - 14/09/2014, 11:17 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ada sejumlah penyakit manusia yang tidak bisa disembuhkan. Salah satunya penyakit yang menyerang otak manusia seperti parkinson dan alzheimer. Hingga saat ini, penderitanya meminum obat hanya untuk memperlambat kerusakan pada otak.

Para peneliti di berbagai negara pun mencoba mengembangkan pengobatan stem cells atau sel punca untuk penyakit otak ini. Pembahasan stem cells untuk otak, termasuk di Indonesia terus di lakukan. Salah satunya melalui forum Dr. Boenjamin Setiawan Distinguished Lecture Series 2014 yang digelar PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe).

Acara yang kedua kalinya digelar ini khusus membahas perkembangan terapi sel untuk penyakit parkinson dan alzheimer. Para praktisi dan ahli terapi sel dan neuroscience dari dalam maupun luar negeri berkumpul membahas tema "Regenerating the Brain with Stem Cells." Mereka berbagi pengalaman mengenai penelitian terapi sel dan aplikasinya bagi kehidupan manusia.

"Begitu banyak minat dari peneliti, masyarakat, tentang pengobatan stem cells yang menjanjikan kesembuhan atau perbaikan dari kondisi yang tidak bisa diobati ilmu pengobatan saat ini. Stem cells ini memang ditujukan untuk penyakit yang saat ini belum ada pengobatannya," terang Direktur Stem Cells Indonesia, Sie Djohan di Hotel Four Seasons, Jakarta, Sabtu (13/9/2014).

Direktur Supply Chain PT Kalbe Farma Tbk, Pre Agusta Siswantoro menambahkan, kegiatan ini juga bertujuan untuk melahirkan peneliti muda yang tertarik dengan sistem stem cells sehingga melibatkan sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia

"Peneliti seharusnya dibina sejak usia muda. Mulai dari anak SD juga dirangsang tertarik ikut penelitian," kata Agusta.

Sel punca adalah sel-sel baru yang dapat berkembang dalam tubuh. Terapi stem cells dapat memperbaiki jaringan tubuh yang sudah rusak. Di berbagai negara, seperti di Tiongkok, sel punca sudah digunakan sebagai layanan medis untuk mengobati penyakit kronis seperti  jantung dan ginjal.

Namun di Indonesia sendiri masih terbatas pada skala penelitian. Saat ini, hanya 11 rumah sakit di Indonesia yang menjadi pusat pengembangan pelayanan medis penelitian dan pendidikan bank jaringan dan sel punca.

"Kita ingin terapi masa depan benar-benar bisa muncul dan berkembang di Indonesia. Ini kesempatan Indonesia mengejar. Kita masih di awal penelitiannya," terang Djohan.

Djohan menjelaskan, sejauh ini terapi sel di Indonesia telah diterapkan pada penderita penyakit jantung dan radang sendi. Di Indonesia sendiri sudah ada 30 orang yang menjalani terapi stem cell untuk jantung maupun sendi lutut. Hasil medisnya pun membaik.

"Contohnya, di lutut yang rusak tulang rawan. Jadi stem cell akan menumbuhkan kembali tulang rawan.  Lutut kembali bisa digerakkan, bisa berjalan. Begitu juga dengan jantung," terang Djohan.

Menurut Djohan, minat terhadap terapi stem cell di Indonesia cukup tinggi meskipun harus merogoh kocek yang tak sedikit yakni mencapai ratusan juta rupiah. Berdasarkan penelitian selama ini, stem cells aman bagi tubuh. Bahkan, efek samping stem cells justru bisa berbuah manis untuk masalah penuaan atau memberikan efek antiaging.

Risiko stem cells juga semakin kecil jika menggunakan sel dalam tubuh manusia itu sendiri. Sebab, tidak ada penolakan oleh tubuh terhadap sel baru tersebut. Berbeda untuk sel dari orang lain yang bisa berkembang menjadi kanker. Untuk itu para dokter akan sangat berhati-hati dan memastikan sel tidak akan ditolak oleh tubuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau