Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Willyarto, Dokter yang Membawa Masuk Teknologi USG ke Indonesia

Kompas.com - 16/09/2014, 14:41 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com —
Kehadiran alat ultrasonografi memang membawa banyak manfaat dalam diagnosis penyakit atau kelainan. Di Indonesia, teknologi ultrasonografi (USG) diperkenalkan pada awal tahun 1980-an oleh dr Willyarto S Wibisono, SpOG, yang membawanya masuk ke Indonesia dari Jerman.

Alat USG yang dibawa masuk kali pertama tersebut adalah USG yang bersifat dua dimensi (2D) dengan citra yang dihasilkan masih hitam putih. Meski citranya tidak mudah dipahami masyarakat awam, dokter yang berpengalaman bisa memanfaatkan citra tersebut untuk mendeteksi berbagai kelainan pada janin. Mulai dari usia kehamilan, bibir sumbing, hingga mengukur fisik janin.

Willyarto yang kini sudah berusia 83 tahun kali pertama belajar mengenai teknologi USG ketika sedang meneruskan studinya di bidang obstetri dan ginekologi di Jerman sekitar tahun 1965. Ia lalu mendalami ilmu tentang USG di beberapa negara di Eropa, termasuk kepada penemunya langsung, Ian Donald.

"Pada saat itu, USG yang dipakai masih generasi pertama, yang hanya menampilkan satu garis amplitudo. Fungsi alat ini untuk mendeteksi ada sesuatu dalam tubuh, entah itu janin atau tumor," katanya saat ditemui di Sanur, Bali, Sabtu (30/8/2014).

Dengan keterbatasan alat USG tersebut, mata dokter harus benar-benar teliti dalam mengamati citra yang dihasilkan. "Mata harus benar-benar dilatih agar terjadi sinkronisasi antara mata dan otak," ujarnya.

Ia juga aktif mengenalkan manfaat USG melalui seminar awam. "Saya adalah orang pertama yang melakukan seminar awam tentang USG, kalau tidak salah tempatnya di Sarinah. Lalu, RSCM adalah rumah sakit pertama yang punya alat ini, itu sekitar tahun 1982," paparnya.

Alat USG terus mengalami perkembangan, hingga saat ini sudah bisa menampilkan gambar yang sangat jelas dengan teknologi 4D. Pada alat generasi terbaru, dokter tidak hanya bisa memotret janin, tetapi juga melihat gerakan janin secara langsung (live).

Alat USG pada dasarnya bekerja dengan memanfaatkan getaran ultra yang pendek seperti suara. Getaran yang dikirim alat USG akan dipantulkan oleh organ tubuh yang diperiksa, seperti hati, ginjal, ataupun janin. Gelombang pantul yang berbeda-beda dari organ yang dituju kemudian diolah menjadi citra organ tersebut sehingga bisa dianalisis.

"Akurat tidaknya hasil pembacaan USG sangat bergantung pada man behind the gun, alias dokternya. Bagaimanapun, jam terbang sangat diperlukan. Dokter yang baik dan berpengalaman tidak cuma melihat citra dari mesin USG, tetapi juga mendiagnosis dan menentukan tindakan dengan tepat," kata ayah satu anak dan dua cucu ini.

Kecanggihan USG generasi terbaru, menurut Willyarto, sangat berarti dalam mendeteksi kelainan, misalnya sudah bisa melihat ada atau tidaknya kelainan genetik dalam usia kehamilan yang sangat dini. "Ini sangat penting agar orangtua bisa menyiapkan mental jika bayinya ternyata ada kelainan," katanya.

Kecintaan Willyarto terhadap perkembangan teknologi ultrasonografi tak pudar hingga saat ini. Ia juga masih aktif memeriksa pasien di kliniknya di kawasan Cipinang Elok, Jakarta Timur, bahkan terkadang sempat mengoperasi pasien. "Saya masih kuat loh operasi yang lamanya sampai tiga jam," katanya.

Di rumahnya, ia juga masih menyimpan rapi berbagai alat USG, mulai dari generasi pertama sampai alat keluaran tahun 2012.

Ia mengatakan, meski mesin USG sudah semakin canggih, tidak semua ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan USG terlalu detail. "Ada yang merasa periksa dengan USG 2D sudah cukup. USG 3D atau 4D bisa dipakai untuk melihat pemeriksaan yang lebih detail, misalnya kondisi tulang belakang, jantung, atau struktur otak," katanya.

Sarana USG yang ada memang sebaiknya dimanfaatkan oleh para ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan dan diagnosis pranatal. Dengan demikian, calon ibu bisa lebih pede dan yakin akan kenormalan bayinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau