Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bentuk Gratifikasi yang Ditemui di Kalangan Dokter

Kompas.com - 25/02/2015, 09:40 WIB
Dian Maharani

Penulis


DEPOK, KOMPAS.com -Gratifikasi merupakan pemberian yang bisa dianggap sebagai suap jika diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Pemberian gratifikasi sendiri cukup luas, yaitu pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya yang diberikan di dalam maupun luar negeri. Bagaimana dengan profesi dokter? Penerimaan gratifikasi juga terjadi di kalangan dokter.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ratna Sitompul mengungkapkan, bentuk gratifikasi yang tidak dibenarkan diantaranya, jika dokter memberikan resep obat kepada pasien karena mendapat komisi dari perusahaan farmasi. Ratna tak menampik jika hal ini terjadi di kalangan dokter yang tidak profesional.

"Dokter dilarang menjuruskan pasien untuk membeli obat," tegas Ratna dalam diskusi panel Profesionalisme Dokter untuk Mencegah Praktik Gratifikasi di Auditorium Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok, Jawa Barat, Selasa (24/2/2015).

Terkait resep obat, gratifikasi yang diterima dokter juga tak hanya berupa uang. Bisa berupa tiket perjalanan atau perjalanan wisata. Contoh lainnya yaitu, berpergian ke luar kota untuk acara pertemuan atau undangan tetapi turut serta membawa keluarga. Patut dipertanyakan sumber pembelian tiket pesawat hingga penginapan untuk keluarga dokter tersebut.

"Kalau melihat ada sejawat lain yang mengerjakannya, jangan ragu-ragu untuk menegur," ujar Ratna.

Menurut Ratna, sering kali dokter tak menyadari bahwa gratifikasi tersebut dianggap suap. Ratna menegaskan, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 tahun 2014 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Menteri Kesehatan sudah jelas diatur larangan gratifikasi.

Dalam Pasal 4, gratifikasi yang dianggap suap yaitu, penerimaan yang tidak terbatas: a) marketing fee atau imbalan yang bersifat transaksional dan terkait dengan pemasaran suatu produk; b) cashback yang diterima instansi digunakan untuk kepentingan pribadi; c) gratifikasi yang terkait pelayanan barang dan jasa, pelayanan publik dan lainnya; d) sponsorship yang terkait pemasaran dan penelitian suatu produk.

Sementara itu, gratifikasi yang tidak dianggap suap sebagaimana tertulis dalam pasal 5 yaitu, pemberian secara resmi dari aparatur kementerian sebagai wakil resmi instansi dalam suatu kegiatan dinas sebagai bentuk penghargaan, atas keikutsertaan kontribusi dalam kegiatan tersebut. Misalnya, pemberian berupa cindera mata dalam kegiatan resmi, Kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau
kegiatan lain sejenis.

Kemudian, kompensasi yang diterima terkait kegitaan kedinasan, seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan sebagaimana diatur pada standar biaya yang berlaku instansi pemberi, sepanjang tidak ada pembiayaan ganda, nilai tak wajar, tidak terdapat konflik kepentingan, tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima.

Sementara itu, Plt Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi mengatakan, gratifikasi juga diatur dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. KPK dapat mengusut kasus gratifikasi berupa suap jika melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Pengertian pegawai negeri sendiri diantaranya adalah orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Pegawai Kementerian Kesehatan hingga dokter yang bekerja di bawah rumah sakit pemerintah dapat termasuk di dalamnya.

Johan mengimbau para dokter untuk melaporkan segala bentuk penerimaan tanpa batas minimum.

"Daripada ragu gratifikasi atau tidak, dilaporkan saja ke KPK paling lambat 30 hari setelah penerimaan. Kalau gratifikasi akan kita sita, kalau tidak dikembalikan," kata Johan.

Lantas, bagaimana dengan dokter swasta? Pakar profesinalisme kedokteran Sjamsuhidayat Ronokusumo berpendapat, dokter swasta yang digaji dari yayasan seharusnya juga melaporkan gratifikasi.

"Kedokteran swasta yang didirikan oleh yayasan, dananya dari masyarakat. Kalau gajinya dapat dari situ bisa," kata Sjamsuhidayat. 

Menurut Sjamsu, semua kembali kepada individu masing-masing. Yang terpenting adalah melakukan pencegah untuk terhindar dari praktik gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau