Sadhus, pria suci di India, dan kepala suku di Peru menggunakan pemberat untuk menambah ukuran panjang penis mereka.
Sementara itu, suku Dayak di Kalimantan memilih melubangi bagian penis mereka dan memasang benda dekoratif untuk meningkatkan kenikmatan seksual pasangannya.
Suku Topinama di Brasil juga disebutkan membiarkan ular berbisa menggigit penis mereka untuk membesarkannya.
Pria di beberapa daerah di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia juga memiliki sejarah panjang dalam memasukkan atau mencangkokkan berbagai obyek ke dalam penis mereka. Sebagian ahli berpendapat bahwa mereka meniru para pedagang dari Tiongkok yang mengunjungi Asia Tenggara.
Beberapa dokumen sejarah menggambarkan bahwa faktor budaya dan historis memengaruhi para pria memandang organ vital mereka. "Makin besar makin baik" tampaknya menjadi moto keliru yang terus dipercaya selama berabad-abad.
Memiliki penis berukuran kecil masih dianggap sebagai hal yang memalukan di banyak budaya. Stigma terhadap penis berukuran kecil ini semakin menguat seiring dengan pengaruh media pada isu seksual. Akibatnya, keinginan pria untuk membesarkan penis tak pernah surut.
Mayoritas pria yang yang meminta operasi pembesaran penis sebenarnya memiliki ukuran yang normal dan juga berfungsi normal.
Para pasien tersebut menganggap ukuran organ vitalnya tidak normal. Rasa tidak puas tersebut membuat mereka menjadi stres.
Walau efek samping dan keberhasilan dari pembesaran penis ini tidak jelas, permintaannya tetap tinggi. Yang memprihatinkan, tak sedikit yang menempuh cara tidak aman.
Misalnya saja pembesaran penis dengan suntikan silikon atau dengan obat-obatan herbal dan cara-cara tradisional lainnya. Efek samping yang bisa dialami antara lain peradangan, borok di kulit, rasa sakit, dan impotensi.
Sebuah survei yang dilakukan terhadap pria yang melakukan suntikan silikon menunjukkan bahwa 91 persen merasa tidak puas dengan penis mereka, dan 74 persen mengatakan ingin menghilangkan material yang disuntikkan.
Jadi, pikir-pikir dulu jika tak puas dengan ukuran organ vital Anda saat ini. Jangan sampai menyesal kemudian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.