Saat ini masih ada sekitar 22 juta bayi di dunia yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap dan sebesar 9,5 juta terdapat di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Dokter Spesialis Anak Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, rendahnya anak yang mendapat vaksin disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya yang paling berpengaruh yaitu beredarnya informasi yang salah, bohong, atau hoax mengenai imunisasi.
"Banyak beredar hoax tentang vaksin. Informasi yang salah itu misalnya mereka menganggap mencegah penyakit dengan vaksin itu enggak penting, hingga vaksin mengandung babi dan tidak ada label halal," terang Piprim dalam diskusi Pekan Imunisasi Dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Ada pula yang takut anaknya justru menjadi sakit setelah imunisasi. Informasi hoax lainnya, yaitu vaksin MMR dapat menyebabkan anak menjadi autis.
Piprim mengatakan, informasi hoax tersebut tidak pernah terbukti secara ilmiah. Sementara vaksin telah dibuktikan dengan ilmiah, bahkan terbukti menurunkan kejadian luar biasa penyakit pada anak, seperti polio, difteri, dan campak.
Menurut Piprim, informasi salah mengenai vaksin sering kali berasal dari tulisan di blog atau testimoni kisah pribadi yang kemudian disebar di media sosial. Padahal, tulisan ataupun ucapan tersebut bisa dilakukan oleh siapa saja dan tidak berdasarkan bukti ilmiah. Bahkan, pernah muncul gerakan antivaksin di Indonesia.
Piprim mencontohkan, pada tahun 2010 pernah ada demo "Stop Vaksinasi Indonesia, Selamatkan Anak Indonesia". Kemudian muncul buku-buku antivaksin dengan pendekatan ideologi. Ada pula seminar antivaksin yang sangat memengaruhi orangtua untuk tidak memberikan vaksin pada anak.
Piprim mengungkapkan, setelah adanya seminar antivaksin tahun 2012 di Sumatera Barat, imunisasi dalam dua tahun setelahnya menurun drastis, yaitu dari 93 persen menjadi 35 persen. Akibatnya, kasus difteri justru meningkat dan dua anak meninggal karena tidak divaksinasi.
"Tidak ada satu pun ulama yang melarang vaksin. MUI pun menyebut vaksin itu halal dan baik. Kalau banyak yang galau karena kelompok antivaksin merajalela, kemudian cakupan anak yang divaksin di bawah 60 persen, wabah bisa bermunculan kembali," terang Piprim.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.