Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/07/2015, 13:00 WIB

KOMPAS.com - Nyeri pada bagian pinggang sepertinya sudah jadi penyakit langganan orang yang banyak bekerja di belakang meja. Sebagian orang meyakini nyeri tersebut disebabkan karena adanya saraf kejepit.

Dugaan saraf kejepit menurut dr.Jimmy F.A Barus, spesialis saraf, harus dibuktikan dengan pemeriksaan secara mendalam. Namun, menurutnya nyeri pinggang yang diakibatkan oleh saraf kejepit hanya 3-5 persen saja.

"Orang yang sakit saraf kejepit biasanya sebelum pernah jatuh dari ketinggian atau mengalami kecelakaan. Saraf kejepit juga pada umumnya baru muncul di usia 45 tahun ke atas," katanya dalam acara bertajuk Ketahui dan Pahami Cara Penanganan Nyeri yang Tepat yang diadakan oleh Pfizer di Jakarta (2/7/15).

Hampir 70 persen kasus nyeri pinggang disebabkan karena urat tertarik. Urat tertarik, lanjut Jimmy, disebabkan oleh kekakuan otot akibat kita jarang bergerak dan kurang berolahraga. Posisi duduk yang salah juga lama kelamaan bisa menyebabkan nyeri pinggang.

Penyebab lain nyeri pinggang adalah rematik tulang punggung, namun kondisi ini umumnya diderita oleh mereka yang berusia di atas 70 tahun.

Meski begitu, keluhan nyeri punggung sebaiknya tidak diabaikan, terutama jika disertai dengan tanda-tanda lain, seperti bagian bawah tubuh terasa baal, kesemutan, dan gangguan saat buang air kecil atau buang air besar.

"Untuk kasus saraf kejepit, dokter saraf akan meminta bantuan ahli fisioterapi. Namun biasanya pasien disarankan untuk banyak bergerak karena kalau tiduran saja punggung justru jadi kaku. Dengan melakukan peregangan punggung akan lebih lentur," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau