Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencegahan Dini Osteoporosis Kurangi Risiko Kematian

Kompas.com - 04/10/2015, 15:07 WIB

KOMPAS.com - Pencegahan dini osteoporosis dapat mengurangi risiko cacat seumur hidup dan kematian. Pencegahan dilakukan dengan menjaga komposisi protein, kalsium, dan vitamin D untuk tulang pada pola makan sehat sehari-hari.

 

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 200 juta orang menderita osteoporosis di seluruh dunia. Pada 2050, WHO memprediksi angka penderita penyakit tidak menular tersebut meningkat dua kali lipat pada wanita dan tiga kali lipat pada pria.

 

"Pencegahan dilakukan sejak dini dengan menjaga pola makan sehat, beraktivitas, tidak merokok, dan tidak mengonsumsi alkohol," kata Ricky Hutapea, dokter spesialis bedah ortopedi dan traumatologi, pada seminar awam yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga dan Kalbe di Jakarta, Sabtu (3/10).

 

Osteoporosis atau kekeroposan tulang biasa diderita pria dan wanita dengan rentang usia 65 tahun ke atas, indikasi intervensi pada tulang, dan pernah memiliki riwayat patah tulang.

 

Penyebab osteoporosis dibagi menjadi dua bagian, yaitu osteoporosis primer dan sekunder. Osteoporosis primer berkaitan dengan hormon, khusus wanita, dan faktor usia lanjut, sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh berbagai keadaan klinis tertentu atau penyakit lain.

 

"Pada usia lanjut jangan meremehkan rasa nyeri pada tulang. Disarankan untuk sesegera mungkin memeriksa kepadatan tulang. Bisa menggunakan bone mineral densitometry (BMD)," ungkap Ricky.

 

Kadar kalsium dan mineral pada tulang menjadi penentu kekuatan tulang. Tulang yang keropos lebih rentan patah dan menyebabkan nyeri. Apabila penyakit osteoporosis sudah sangat menyiksa, disarankan untuk melakukan operasi.

 

"Beberapa cara bisa dilakukan, misalnya dengan implan atau pemasangan sendi palsu. Cara tersebut membantu penderita untuk beraktivitas dan menghilangkan rasa nyeri," kata Ricky.

 

Penanaman implan atau sendi palsu dalam tulang tidak memiliki efek samping karena tidak berinteraksi langsung dengan sistem jaringan tubuh. Namun, dalam jangka waktu 10-15 tahun harus diganti.

 

Arif Sofyandi (65), salah satu peserta seminar, mengatakan, dirinya selalu memeriksa kepadatan tulang dan mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium, protein, dan vitamin D yang dibutuhkan. "Sampai sekarang saya masih bisa naik turun tangga. Bahkan, saya juga masih mampu jalan kaki selama dua jam lebih," katanya.

 

Arif menambahkan, kondisi psikis juga memengaruhi kesehatan tubuhnya. Dalam kondisi stres terus-menerus, hanya membuat kondisi badannya menurun.

 

Kebiasaan buruk

 

Masyarakat kadang tidak menyadari beberapa kebiasaan dan hobi yang berdampak buruk bagi tulang. Hal itu biasa terjadi karena paradigma masyarakat dan mitos.

 

"Banyak orang bilang membunyikan tulang, seperti tulang jari, leher, dan dada, baik dilakukan jika masuk angin. Padahal, hal itu berbahaya," kata Ricky.

 

Kebiasaan membunyikan tulang membuat gesekan pada tulang dan saraf. Hal ini bisa membahayakan tulang dan saraf yang bergesekan tersebut. Selain itu, hobi masyarakat mengonsumsi kopi dan teh yang mengandung kafein dapat membuat tulang lebih cepat keropos.

 

"Disarankan untuk para lansia agar mengurangi konsumsi kopi dan teh. Lebih baik mereka mengonsumsi suplemen khusus untuk tulang," ujar Ricky. (B09)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau