KOMPAS.com - Meningkatnya kasus mikrosefali pada bayi baru lahir di Brasil seiring dengan munculnya virus Zika, membuat ibu hamil di Brasil merasa khawatir dan ingin menggugurkan kandungannya.
Perdebatan pro dan kontra aborsi kandungan pada janin yang terinfeksi Zika pun kini menjadi diskusi alot di Brasil.
Pasalnya, di Brasil, aborsi hanya diizinkan dalam kasus perkosaan atau anensefalus atau ketika kehidupan ibu berada dalam bahaya karena kehamilannya.
Dipimpin oleh Eduardo Cunha, anggota Majelis Rendah Brasil yang beraliran konservatif, anggota parlemen Kristen evangelis memperkenalkan RUU 2015 untuk mempersempit akses korban perkosaan mengaborsi kandungannya dan mengharuskan mereka membuat laporan ke polisi dan menjalani pemeriksaan kesehatan forensik sebelum bisa mendapat izin aborsi.
Mereka juga mengusulkan bahwa orang-orang yang membantu atau mendorong korban perkosaan untuk aborsi, dikenai hukuman oleh negara.
Beberapa aktivis membandingkan situasi di Brasil sekarang dengan perdebatan aborsi di Amerika Serikat pada tahun 1960, ketika wabah rubella, virus yang juga dapat menyebabkan mikrosefalus, mengakibatkan ribuan bayi lahir cacat.
Kekhawatiran terhadap rubella, yang juga disebut campak Jerman, membuka jalan bagi negara-negara bagian seperti California untuk mengizinkan aborsi jika diketahui secara substansian janin telah rusak.
"Ibu-ibu hamil di Brasil sekarang panik," kata Silvia Camurça, direktur SOS Corpo, kelompok feminis di Recife.
"Ketakutan atas virus Zika, memberikan kami sebuah kesempatan langka untuk menantang fundamentalis agama yang menempatkan kehidupan ribuan wanita hamil di Brasil pada risiko kesengsaraan yang terjadi bukan karena salah mereka, dengan mempertahankan hukum abad kegelapan."
Seperti di Amerika Serikat, sebelum legalisasi aborsi oleh Mahkamah Agung pada 1973, industri aborsi ilegal tumbuh subur di seluruh Brasil.
Beberapa penyedia jasa aborsi ilegal menetapkan biaya hingga ribuan dolar, sebagai ganti risiko penutupan klinik oleh pemerintah. Perkiraan jumlah aborsi ilegal di Brazil bervariasi.
Menurut catatan rumah sakit, ada sekitar 150.000 wanita mencari pertolongan medis setiap tahunnya, karena komplikasi akibat aborsi ilegal. Kaum pemuka agama di Brasil memperkirakan, sebanyak 850.000 aborsi dilakukan secara ilegal setiap tahun.
Meski Brasil sudah mengatur izin aborsi secara ketat, masih kalah ketat dibanding negara-negara Amerika Latin lainnya. Di El Salvador, misalnya, aborsi tidak diperbolehkan dalam kondisi apapun juga.
Seorang wanita di Brasil ditangkap karena ketahuan mencari pertolongan medis akibat komplikasi, setelah mencoba menggugurkan kandungannya di tempat ilegal.