Keterbatasan fasilitas terapi menyebabkan antrean pasien kanker untuk mendapat layanan. Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Jumat (26/2), sejumlah pasien kanker mengaku menanti waktu operasi minimal tiga bulan.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan 2014 mencatat, pendanaan kanker Rp 2,05 triliun. Sampai triwulan III-2015, pembiayaan Rp 1,32 triliun.
"Ini biaya terbanyak setelah jantung dan gagal ginjal," kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Desentralisasi Kesehatan Sri Henni Setiawati, Rabu (24/2).
Studi ASEAN Cost In Oncology (Action) mengungkapkan, 70 persen pasien kanker meninggal dengan terbebani soal keuangan dalam 12 bulan setelah terdiagnosis. Lebih dari 40 pasien yang hidup menguras harta benda demi membiayai terapi setahun pertama.
Studi itu melibatkan 2.355 pasien baru terdiagnosis kanker dari sepuluh rumah sakit rujukan di delapan kota besar dan dipantau setahun. Itu mencerminkan 24,5 persen dari populasi, yakni 9.612 pasien di sepuluh RS rujukan.
Setahun setelah terdiagnosis, pasien membiayai terapi dari pinjaman keluarga (58,6 persen), tabungan (25,2 persen), menjual harta benda (14,4 persen), dan pinjaman pribadi (12,3 persen).
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menambahkan, sekitar 70 persen kematian di dunia, 20 tahun ke depan, terjadi di negara dengan warga berpendapatan rendah dan menengah. Beban ekonomi akibat terapi kanker pada sistem kesehatan, individu, dan keluarga akan naik.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sulistyowati, kepedulian warga untuk deteksi dini kanker perlu ditingkatkan. Kini puskesmas mampu membantu deteksi kanker. (BRO/C07)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.