Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/03/2016, 07:19 WIB
KOMPAS.com - Sebagian orang yang terinfeksi virus chikungunya sering salah didiagnosis terkena demam berdarah dengue.

Meski gejalanya hampir sama, tetapi nyamuk yang menularkan chikungunya dan DBD berbeda. Kesalahan diagnosis tersebut bisa membuat pasien tidak mendapatkan terapi yang tepat.

Memang tidak ada terapi spesifik pada kedua penyakit tersebut. Biasanya pasien hanya diberikan antinyeri dan cukup minum. Walau begitu, ada perbedaan jenis obat antinyeri yang direkomendasikan untuk masing-masing penyakit.

Kekeliruan diagnosis tersebut juga bisa membuat angka pasti kasus penyakit tidak bisa diketahui dengan benar.

"Chikungunya dan DBD bisa menyebabkan gejala sakit kepala, demam, nyeri otot, dan ruam di kulit. Tetapi kesalahan diagnosis chikungunya sebagai DBD bisa menyulitkan mengetahui populasi yang beresiko," kata Laith Yakob, dosen biologi penyakit dari vektor di London School of Hygiene & Tropical Medicine.

Dalam penelitian itu, para peneliti mengamati data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga lain. Mereka juga menciptakan peta yang menunjukkan di mana populasi yang rentan infeksi DBD dan chikungunya.

Diketahui ada 154 negara yang melaporkan kasus infeksi dengue dan 99 negara dengan laporan infeksi chikungunya pada beberapa tahun terakhir. Termasuk juga 98 negara dengan kedua kasus penyakit, dan 13 negara yang memiliki kasus ko-infeksi kedua jenis virus.

Nyamuk yang menularkan virus dengue adalah Aedes aegypty, ditemukan di 174 negara. Sementara nyamuk Aedes albopictus yang menularkan chikungunya ditemukan di 88 negara. Menurut data, ada 68 negara yang memiliki kedua jenis nyamuk itu.

Diperlukan riset lebih mendalam untuk mengetahui apakah terinfeksi oleh satu dari kedua virus itu membuat seseorang menjadi rentan terinfeksi virus lainnya.

Kasus ko-infeksi chikungunya dan dengue kebanyakan ditemukan di Afrika dan Asia Tenggara. Infeksi tersebut bisa menyebar lewat perjalanan orang lintas negara atau pun pengiriman barang.

(Livescience)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau