JAKARTA, KOMPAS — Berpuasa melatih seseorang hidup teratur, disiplin, dan mencegah kelebihan makan. Karena makanan terkait erat dengan metabolisme tubuh, maka berpuasa juga menyehatkan tubuh. Hasil riset bahkan membuktikan, berpuasa menyehatkan otak.
Kaitan puasa dengan kesehatan otak maupun tubuh manusia diuraikan oleh pakar neurosains Prof dr Taruna Ikrar, MD, MPharm, PhD, dalam buku karangannya berjudul 60 Fakta Kesehatan Mutakhir. Buku yang diterbitkan Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (Unhas) Jabodetabek itu diluncurkan di Auditorium BPPT, Jakarta, Rabu (1/6/2016) malam.
Menurut Taruna, manfaat puasa bagi fungsi dan kesehatan otak dapat dijelaskan secara ilmiah. Dari penelitian plastisitas dan neurogenesis (kelenturan dan perkembangan otak), pada dasarnya sinapsis (jaringan otak) dapat berkembang berdasarkan faktor lingkungan, kejiwaan, dan makanan yang dikonsumsi.
"Lewat puasa sebulan penuh, berdasarkan plastisitas, neurogenesis, dan fungsional kompensasi, jaringan otak diperbarui. Terbentuk rute jaringan baru di otak, yang berarti terbentuk pribadi manusia baru secara biologis, psikologis, dan fungsional," kata Taruna, alumnus Fakultas Kedokteran Unhas yang kini bekerja sebagai peneliti dan staf akademik pada Fakultas Kedokteran Universitas California, Amerika Serikat.
Taruna menjelaskan, saat berpuasa, ada fase istirahat setelah fase pencernaan normal (6-8 jam). Pada fase itu terjadi degradasi lemak dan glukosa darah. Terjadi pula peningkatan high density lipoprotein (HDL) dan apoprotein alfa1 serta penurunan low density lipoprotein (LDL).
"Hal ini amat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah karena HDL berefek baik bagi kardiovaskuler, sedangkan LDL berefek negatif bagi pembuluh darah," ungkapnya.
Penelitian endokrinologi menunjukkan, pola makan yang rotatif saat berpuasa menyebabkan keluarnya hormon sistem pencernaan, seperti amilase dan insulin dalam jumlah besar, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan tubuh.
Lebih jauh, Taruna memaparkan bahwa secara biologis, orang yang berpuasa menahan lapar dan dahaga selama sekitar 14 jam. Selama itu, tubuh mengalami proses metabolisme selama sekitar delapan jam.
Rinciannya, empat jam makanan disiapkan dengan keasaman tertentu dibantu asam lambung yang dikirim ke usus. Empat jam kemudian, makanan diubah menjadi sari-sari makanan di usus kecil, lalu diserap oleh pembuluh darah dan dikirim ke seluruh tubuh. Adapun sisa waktu enam jam adalah waktu ideal bagi sistem pencernaan untuk beristirahat.
Secara psikologis, ketenangan dan pengendalian emosi saat berpuasa menurunkan adrenalin. "Adrenalin memperkecil kontraksi otot empedu, menyempitkan pembuluh darah perifer, meluaskan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial, serta menambah volume darah ke jantung dan jumlah detak jantung. Adrenalin menambah pembentukan kolesterol dari lemak protein berkepadatan rendah. Itu semua meningkatkan risiko penyakit pembuluh darah, jantung, dan otak, seperti jantung koroner dan stroke," paparnya.
Otak sebagai permata
Jumlah sebanyak 60 artikel tentang kesehatan yang terangkum dalam buku 60 Fakta Kesehatan Mutakhir turut menandai dies natalis ke-60 Unhas yang dirayakan pada tahun ini. Buku tersebut secara praktis mengupas beragam hal mengenai kesehatan hingga bagaimana mengidentifikasi gejala penyakit serta pengobatannya.
Sebelumnya, Taruna telah menulis buku Ilmu Neurosains Modern dan Mutiara Pengetahuan Kedokteran Modern.
Peluncuran buku 60 Fakta Kesehatan Mutakhir diawali dengan pidato sains "Millennium Otak dan Kemajuan Peradaban Manusia". Dalam orasinya, Taruna menegaskan bahwa otak merupakan permata dari mahkota tubuh manusia.
"Dengan kekuatan dan keajaiban otak, manusia bisa menemukan berbagai hal yang dapat dinikmati saat ini, mulai dari tingkat molekuler atau atom hingga kemampuan manusia menembus tata surya," jelasnya.
Taruna mengemukakan, saat ini para ilmuwan neurosains sedang berupaya mengungkap misteri sirkuit pemetaan otak manusia. "Pemetaan yang dilakukan berupa networking antara sel-sel syaraf di otak dalam menjalankan fungsinya, misalnya fungsi berpikir, koordinasi, regulasi terhadap berbagai organ tubuh lainnya, termasuk dalam hal fungsi kepemimpinan, sosiokultural, dan seterusnya.
Jika pemetaan sistem sirkuit neurosains tersebut dapat dituntaskan seperti pada proyek pemetaan gen-gen dalam tubuh manusia, maka dampak penemuan tersebut akan berpengaruh luar biasa terhadap kehidupan umat manusia pada masa depan.
Taruna menyebutkan, contoh pengaruh tersebut berupa kemampuan untuk mencegah dan mengobati berbagai kelainan akibat penyakit-penyakit otak, seperti skizofrenia, alzhaemar, kecacatan memori, autisme, parkinson, kekacauan psikologis, hingga kecenderungan-kecenderungan bertindak kriminal dan sebagainya. (LAM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.