KOMPAS.com - Atlet elit renang Michael Phelps memenangkan medali emas di Olimpiade Rio dengan bekas kemerahan atau keungguan berbentuk bulat di punggung dan bahu. Rupanya ia menjalani terapi bekam yang disukai pula selebriti seperti Jennifer Aniston dan Gwyneth Paltrow itu.
Tetapi Phelps bukan satu-satunya atlet di Rio yang memiliki bekas kop. Beberapa Olimpian dari AS juga menyukai terapi kuno itu. Sebenarnya bekam atau kop sudah mulai dikenal sejak Olimpiade Beijing 2008 dan olimpiade kali ini merupakan yang pertama bagi Olimpian Amerika mendapatkan terapi itu.
Kop dipercaya meningkatkan aliran darah khusus di area yang dikop serta menstimulai "energi alami" tubuh alias chi. Bagian kulit yang disedot selama beberapa menit itu meninggalkan bekas kemerahan atau keunguan.
Sejatinya, untuk para atlet elit itu belum ada studi yang membuktikan manfaat bekam untuk meningkatkan kinerja para atlet. Perenang elit satu tim Phelps, Nathan Adrian mengatakan kop merupakan alternatif yang bagus selain pijat.
Namun, terdapat riset yang mengatakan kop mungkin efektif untuk menerapi otot atlet yang kelelahan. Studi lain meneliti kop mungkin bermanfaat sebagai terapi tambahan untuk nyeri kronis dan migren. Tetapi semua studi itu belum memenuhi standar tertinggi riset terapetik : mengujinya melawan kontrol plasebo.
Pengobatan plasebo akan memisahkan efek bekam dengan rasa percaya (sugesti) peserta penelitian akan khasiatnya. Hal itu akan membuat pengukuran kandungan khasiatnya jadi lebih akurat.
Alasan tidak adanya kelompok kontrol plasebo dalam penelitian soal kop karena peneliti belum menemukan cara menciptakan intervensi plasebo yang meyakinkan. Begitu menurut Mayo Clinic.
Riset pada 2012 menemukan bahwa bekam dikombinasi dengan pengobatan tradisional China yang lain atau obat-obatan moderen tampaknya lebih efektif dalam mengobati penyakit seperti jerawat, kelumpuhan wajah dan herpes zoster, dibandingkan pengobatan tradisional saja atau obat-obatan moderen saja.
Mereka sampai pada kesimpulan ini setelah mereview 135 percobaan terkontrol acak, kendati mereka mengakui dalam laporan sebagian besar studi berisiko tinggi untuk bias.
Kop juga mungkin bermanfaat untuk mengatasi nyeri. Sebuah studi dari 2011 dari 7 percobaan terkontrol acak menemukan bahwa orang mengalami pengurangan nyeri bermakna dengan kop dibandingkan dengan obat pereda nyeri, obat anti virus atau bantalan panas.
Tetapi dalam meta analisa 2012, periset dari studi ini juga mengungkapkan sebagian besar percobaan berisiko tinggi dan memiliki metodologi lemah. Mereka juga mencatat mungkin ada bias, berhubung peneliti hanya menerbitkan hasil positif mengenai kop dan terapi tradisional lain dan tidak membolehkan orang lain meneliti dan mengukur efek negatif lain.
Mereka yang mengalami sakit kepala kronis mungkin mendapatkan manfaat dari kop. Studi 2008 di Iran terhadap efek "kop basah" yang mengombinasikan penyedotan dengan perdarahan terkontrol dari kulit yang disedot menemukan bahwa peserta mengalami rata-rata 66 persen penurunan nyeri sampai tiga bulan setelah terapi, juga 13 hari lebih sedikit sakit kepala per bulan.
Marcus Williams, terapis dari Ohio State University Wexner Medical Center sudah menerapkan bekam pada kliennya selama dua tahun terakhir. Ia dan rekan-erkannya terus memantau riset kop dan percaya bahwa kop aman, prosedur non invasif yang dapat digunakan klien yang mengalami nyeri kronis.
Tak seperti teknik terapi fisik seperti pijat yang menerapkan kekuatan ke otot dan tendon, kop menarik kulit dan jaringan menjauhi tubuh, sebuah cara unik meredakan stres. Begitu penjelasan Williams.
Bagaimana dengan kita, apakah boleh mencoba terapi seperti Michael Phelps? Tampaknya Phelps tak perlu menunggu riset ilmiah untuk membuktikan manfaat kop demi medali emas olimpiade yang harus diraih.
Ketika menderita sakit otot atu nyeri kornis dan terapi tradisional lain gagal mengatasinya, tak ada salahnya mencoba untuk dikop. Siapa tahu nyeri itu bisa hilang dan hidup jadi nyaman kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.