KOMPAS.com - Penderita migrain kadang-kadang menemui kiropraktor untuk membantu mengatasi penderitaan mereka. Namun, sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa berkurangnya rasa nyeri yang mereka dapatkan mungkin hanya efek plasebo.
Ketika metode peneliti diadu dengan teknik chiropractic, para peneliti menemukan bahwa keduanya sama-dapat meringankan rasa sakit akibat migrain pada pasien.
Mereka juga menemukan, bahwa kedua taktik ternyata bekerja dengan lebih baik daripada obat penghilang rasa.
Para ahli manajemen nyeri menekankan, bahwa tidak ada kesimpulan yang bisa diambil dari hasil sebuah penelitian kecil. Tapi mereka juga mengatakan, temuan ini menimbulkan beberapa pertanyaan menarik seperti: Apa sebenarnya yang menyebabkan dan mengurangi rasa sakit akibat migrain? Bahkan jika rasa sakit berkurang karena efek plasebo, lalu mengapa?
"Pada akhirnya, pasien menjadi lebih baik. Itu yang penting," kata Dr William Lauretti, seorang profesor di New York Chiropractic College di Seneca Falls, N.Y.
Lauretti mencatat bahwa selama ini ada banyak dokter yang merendahkan efek plasebo di mana orang menjadi merasa lebih baik, setelah mereka diminta mengonsumi pil berisi gula, misalnya, atau beberapa terapi palsu lainnya.
Namun, banyak studi menunjukkan bahwa menajemen nyeri, baik oleh obat-obatan baku maupun oleh terapi alternatif, sama-sama bisa membantu pasien.
"Ada sesuatu yang kuat tentang pikiran," kata Lauretti. Jadi, tak ada salahnya untuk memanfaatkan kekuatan itu selama keamanannya terjamin.”
Lauretti, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, juga merupakan juru bicara untuk American Chiropractic Association.
Dr. Houman Danesh, koordinator divisi manajemen nyeri integratif di Rumah Sakit Mount Sinai di New York City setuju bahwa efek plasebo tidak harus dijauhi.
Untuk studi ini, para peneliti di Rumah Sakit Akershus University, di Norwegia, merekrut 104 pasien yang mengalami kekambuhan migrain setidaknya sekali dalam sebulan.
Mereka dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menerima terapi chiropractic yang sungguhan, yang kedua menerima terapi chiropractic palsu/pura-pura, dan kelompok ketiga mendapat obat penghilang rasa sakit. Setelah tiga bulan, ketiga kelompok mengaku mengalami pengurangan rasa nyeri.
Tapi satu tahun kemudian, hanya dua kelompok pertama yang masih merasa manfaat dari berkurangnya rasa sakit. Sedangkan kelompok ketiga, mengaku kembali merasakan sakit.
Apa yang sebenarnya terjadi, masih belum jelas. Tapi tidak mungkin terapi chiropractic palsu memberi efek fisiologis sama seperti terapi chiropractic sungguhan, kata Aleksander Chaibi, seorang kiropraktor dan peneliti utama studi tersebut.
Untuk Danesh, temuan ini menggarisbawahi bahwa sangat penting bagi pasien untuk memiliki berbagai pilihan dalam mengatasi migrain.
Ada orang yang lebih memilih menggunakan obat-obatan, ada yang menghindari obat-obatan sehingga mereka mencoba terapi alternatif berisiko rendah, seperti akupunktur chiropractic.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.