KOMPAS.com — Informasi akan bahaya rokok sudah bertebaran di mana-mana, meski begitu para perokok cenderung tidak peduli bahaya rokok bagi kesehatan. Jumlah perokok kelompok usia produktif di Indonesia juga terus bertambah.
Menurut dr Andri SpKJ, orang yang sudah kecanduan rokok akan sulit melihat bahaya rokok. "Ada istilahnya kita tahu secara kognitif, tetapi perilaku kita tidak tahu. Banyak juga dokter yang secara keilmuan sudah tahu bahayanya, tetapi tetap merokok," katanya.
Kita mungkin sudah sering mendengar sulitnya berhenti merokok. Bagi mereka yang sudah lama merokok, apalagi dalam jumlah banyak, lepas dari rokok berarti mengurangi rasa senang.
"Rokok bekerja di sistem saraf pusat, berkaitan dengan dopamin dan pusat rasa kesenangan (pleasure). Daerah di otak itu biasanya sudah terpengaruh jika seseorang sudah kecanduan, jadi sulit lepas," kata psikiater dari RS Omni Alam Sutera, Tangerang, ini.
Andri mengatakan, kebanyakan perokok sudah lama ingin menghentikan kebiasaan buruknya, tetapi kesulitan.
"Bisa karena kelompoknya kebanyakan perokok atau saat ingin berhenti timbul efek samping seperti gemuk atau gejala putus nikotin," katanya.
Gejala putus nikotin yang akan dirasakan perokok saat berusaha berhenti merokok antara lain merasa tidak nyaman, tidak bisa berkonsentrasi, tidak bergairah, atau nafsu makan bertambah.
Pada orang yang tidak bisa melewati fase tersebut, mereka umumnya akan menyerah dan mulai merokok lagi.
"Berhenti merokok bisa berhasil kalau ada niat dan motivasi yang besar," ujar Andri.
Perokok yang ingin berhenti merokok sebenarnya bisa meminta pertolongan pada klinik henti rokok. Layanan tersebut tersedia di rumah sakit besar, seperti di RS Persahabatan Jakarta.
Baca juga informasi lengkap seputar bahaya rokok di VIK Hari Tanpa Tembakau