KOMPAS.com - Kanker paru-paru adalah kanker pembunuh wanita nomor satu. Tingginya risiko kanker paru-paru, tidak hanya terjadi pada perokok tapi juga pada wanita yang bukan perokok. Simak kisah penyintas kanker paru yang bukan perokok berikut ini.
Ashley Rivas berusia 26 tahun ketika ia mulai merasa lebih sering lelah dari biasanya. Selama beberapa tahun setelahnya, teknisi X-ray dari Albuquerque, New Mexico ini, menderita batuk terus-menerus dan mengi.
Oleh beberapa dokter, gejala yang dialaminya dikaitkan dengan asthma. Rivas juga memiliki gejala lain, yaitu penurunan berat badan, demam, dan pneumonia. Ketika Rivas akhirnya memutuskan untuk melakukan rontgen dada pada dirinya sendiri, kanker adalah hal terakhir yang ada di pikirannya.
Hasil rontgen mengungkapkan, ada massa di paru-paru kanannya yang ternyata menjadi tumor ganas. Rivas, sekarang 32 tahun, tidak pernah merokok sebatang pun dalam hidupnya. "Saya ingin orang tahu bahwa kanker paru-paru dapat terjadi pada siapa saja," katanya.
"Memang benar bahwa mayoritas orang dengan kanker paru-paru memiliki riwayat penggunaan tembakau," kata juru bicara Lung Association, Andrea McKee, MD, yang juga ketua radiasi onkologi Lahey Medical Center di Burlington, Massachusetts.
"Minoritasnya, yaitu sekitar 15 persen pasien yang didiagnosis dengan kanker paru-paru, tidak memiliki sejarah penggunaan tembakau dan berusia cukup muda."
Faktor risiko lain adalah riwayat keluarga serta paparan polutan udara tertentu, seperti asbes, arsen, radon, bahkan asap diesel, kata Dr McKee.
Kanker paru-paru merupakan kanker yang paling umum di seluruh dunia. Setiap tahun, kanker ini membunuh lebih banyak wanita dibanding kanker payudara, ovarium dan kanker rahim digabung menjadi satu.
Jika didiagnosis lebih awal, penyakit ini sebenarnya sangat dapat disembuhkan, kata Dr. McKee. Untungnya bagi Rivas, pada 2013, dia menjalani operasi pengangkatan tumor dan sekarang dinyatakan bersih dari sel kanker. Bahkan, tahun kemarin, dia ikut lari marathon.
Sayangnya, hanya sekitar 16 persen kasus yang terdiagnosa ketika masih stadium satu. "Biasanya, itu seperti nodul sebesar 7- 8 milimeter berada di tengah paru dan tidak menimbulkan gejala," kata Dr McKee.
Kebanyakan pasien didiagnosis setelah tumor tumbuh cukup besar, saat nodul sudah mengganggu pernapasan.
Itulah yang Marlo Palacio alami sebelum liburan tahun 2013, ketika dia menderita batuk tidak seperti batuk yang pernah dia alami sebelumnya. "Saya merasa seperti kehabisan napas atau tersedak," katanya.
Pada awalnya, pekerja sosial dari Pasadena California ini diasumsikan tertular kuman dari anak balitanya. Namun enam minggu kemudian, batuknya tak kunjung reda. Hingga akhirnya dokter mendiagnosis Palacio yang non-perokok, menderita kanker paru stadium empat.
Pada tahap 4, gejala kanker paru-paru bisa disertai dengan masalah di bagian lain tubuh, seperti nyeri punggung, nyeri tulang, sakit kepala, kehilangan berat badan, dan kebingungan, kata Dr McKee.
Setelah menjalani beberapa perawatan yang berbeda, pada bulan September, Palacio mendapat tumor baru yang terisolasi. Tapi dia bilang, dia merasa baik-baik saja, secara fisik dan emosional.