KOMPAS.com – Sebagian orang di Indonesia masih beranggapan penentuan jenis kelamin janin bisa dilakukan hanya dengan melihat bentuk perut ibu hamil.
Jika ibu hamil memiliki perut membulat ke samping, bayinya diyakini akan berjenis kelamin perempuan.
Sedangkan jika perut ibu hamil meruncing ke depan, bayinya akan berjenis kelamin laki-laki.
Menanggapi hal itu, Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan RSUD Bung Karno Surakarta, dr. Andy Wijaya, Sp.OG, M.Kes, berpendapat jika pandangan tersebut hanyalah sebuah mitos yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun dalam keluarga.
“Penentuan jenis kelamin janin berdasarkan bentuk perut ibu hamil merupakan mitos yang berkembang,” jelas Dokter Andy saat diwawancarai Kompas.com (21/12/2019).
Menurut ia, bentuk perut ibu hamil yang bisa berbeda-beda tidaklah mempengaruhi atau menentukan jenis kelamin bayi.
Perbedaan bentuk perut ibu hamil bisa terjadi karena keragaman tinggi badan.
“Faktanya, bentuk perut ibu hamil dipengaruhi oleh bentuk tubuh alaminya, bukan dari jenis kelamin janin yang dikandung,” terang Andy.
Tinggi badan ibu berpengaruh
Andy menerangkan ibu hamil dengan badan tinggi cenderung memiliki lebih banyak ruang di antara tulang pubis dan perut atas dibandingkan ibu berbadan mungil.
Kondisi itu membuat sang ibu hamil dengan badan tinggi memiliki berat badan merata di seluruh bagian tubuh dan bentuk perutnya cenderung melebar.
Alasan lain mengapa ada ibu hamil memiliki bentuk perut melebar, yakni ketika bayi berputar dan berada dalam posisi horizontal atau melintang.
Posisi itu cukup wajar terjadi pada ibu hamil sebelum memasuki usia kehamilan 26 pekan.
Sedangkan pada usia kehamilan 35 pekan, janin pada umumnya sudah memasuki posisi jalan lahir dengan kepala berada di bawah atau tidak lagi melitang.
Sementara itu, Dokter Andy mengatakan bentuk perut meruncing ke depan biasanya ditemukan pada ibu hamil yang memiliki badan mungil.
Tentukan dengan USG
Ia menyarankan bagi para orangtua yang ingin mengetahui jenis kelamin calon buah hati mereka, lebih baik menggunakan metode medis dengan melakukan ultrasonografi (USG).
Melansir dari Kompas.com (8/9/2014), meski pemeriksaan USG dianggap aman, para calon ibu disarankan melakukannya sesuai kebutuhan saja.
Selama masa kehamilan, para calon ibu ini dianjurkan melakukan pemeriksaan USG minimal tiga kali.
Jika kehamilan berjalan normal dan sehat, USG bisa dilakukan pada awal kehamilan, yakni di usia 10-12 pekan.
Pemeriksaan ini dilakukan sebagai penyaringan awal dan mengetahui pertumbuhan janin.
Kemudian USG bisa dilakukan di usia kehamilan di atas 14 minggu untuk mengetahui ada tidaknya kelainan genetik seperti down syndrome.
Sedangkan pemeriksaan terakhir bisa dilakukan mendekati waktu persalinan untuk mengetahui jumlah air ketuban, posisi janin, lokasi plasenta, dan ada tidaknya lilitan tali pusat.
Walau aman, namun menurut Dr. Willyarto S. Wibisono, Sp.OG, penggunaan USG tidak boleh terlalu lama.
"Prinsipnya adalah as low as reasonable. Pakai USG seperlunya saja, misalnya saat memeriksa cukup satu menit," kata pakar ultrasonografi ini.
USG merupakan pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik.
Getaran yang dikirim alat USG akan dipantulkan oleh organ tubuh yang diperiksa seperti hati, ginjal, maupun janin.
Gelombang pantul yang berbeda-beda dari organ yang dituju kemudian diolah menjadi citra organ tersebut, sehingga bisa dianalisis.
https://health.kompas.com/read/2019/12/23/090000468/mitos-atau-fakta-bentuk-perut-ibu-hamil-tentukan-jenis-kelamin-janin-