Ada orang yang BAB hanya sekali dalam sehari.
Ada pula orang yang terbiasa baru BAB dua hari sekali.
Normalkah hal tersebut?
Beberapa peneliti mengindikasikan bahwa intensitas BAB sebanyak tiga kali sehari atau tiga kali seminggu masih tergolong normal.
Ketimbang frekuensi BAB, konsistensi feses sebenarnya lebih signifikan untuk menggambarkan kondisi kesehatan usus seseorang.
Namun, tidak menutup kemungkinan juga BAB yang terjari terlalu jarang atau terlalu sering bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan dalam tubuh.
Berapa kali sehari harus BAB?
Melansir Health Line, tidak ada aturan baku tentang berapa kali seseorang harus BAB dalam sehari.
Urusan buang air besar bisa dibilang sangat individual. Di mana, frekuensi maupun jumlah kotoran yang dibuang seseorang sangat mungkin berbeda dengan orang lainnya.
Perbedaan tersebut setidaknya dipengaruhi oleh tiga hal berikut:
Namun, berdasaran survei yang dilakukan Health Line terhadap 2.000 responden, diketahui kebanyakan dari mereka melakukan BAB hanya sekali dalam sehari.
Hampir 50 persen responden mengaku buang kotoran sekali sehari. Sedangkan 28 persen responden menyebut BAB dua kali sehari. Sementara, hanya 5,6 persen yang melaporkan BAB hanya sekali atau dua kali seminggu.
Terkait waktu, sebagian besar atau 61,3 persen responden melaporkan rutin BAB pada pagi hari. Sedangkan 22 persen lainnya mengaku rutin BAB pada sore hari dan 2,6 persen saat larut malam.
Sementara itu, dalam sebuah penelitian pada tahun 2010 yang diterbitkan Scandinavian Journal of Gastroenterology, dikemukakan bahwa 98 persen responden mengaku BAB antara 1-3 kali sehari hingga 3 kali seminggu.
Kebanyakan dari mereka kemudian melaporkan memiliki rutinitas BAB yang sama. Artinya, para responden itu selalu pergi ke kamar mandi dengan frekuensi dan pada waktu yang sama setiap harinya.
Apa yang memengaruhi frekuensi BAB?
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi seberapa sering seseorang ingin BAB.
Berikut di antaranya:
1. Pola makan
Mengonsumsi makanan yang mengandung serat dalam bentuk biji-bijian utuh, sayuran, maupun buah-buahan diketahui dapat menambah jumlah feses seseorang dan meningkatkan pergerakan usus.
Begitu juga sebaliknya, jika kurang makan makanan berserat, seseorang mungkin tidak akan BAB secara teratur.
Cairan juga membuat feses menjadi lebih lunak dan lebih mudah dilewatkan usus untuk dibuang.
Inilah sebabnya mengapa banyak dokter merekomendasikan peningkatan asupan cairan jika seseorang sering mengalami konstipasi atau sembelit.
2. Usia
Semakin tua usia seseorang, maka kian besar kemungkinan akan mengalami sembeli.
Kondisi ini diketahui bisa disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti:
3. Tingkat aktifitas
Peristalsis adalah gerakan usus internal yang mendorong bahan makanan setelah dicerna untuk dibuang sebagai feses.
Setiap orang diketahui dapat membantu gerakan ini melalui aktivitas fisik, seperti berjalan atau melakukan berbagai bentuk olahraga lainnya.
4. Penyakit kronis atau akut
Beberapa penyakit kronis, seperti penyakit radang usus dapat menyebabkan peningkatan episode pergerakan usus dan diikuti oleh periode sembelit.
Penyakit akut, seperti viral gastroenteritis (flu perut) atau cedera yang mengharuskan seseorang minum obat penghilang rasa sakit dapat juga menyebabkan perubahan pada pola pergerakan usus.
Hal itu dikarenakan obat yang dikonsumsi memiliki efek samping memperlambat aktivitas usus.
BAB dikatakan bermasalah
Ada beberapa gejala yang dapat menunjukkan bahwa seseorang perlu mencari dokter karena mengalami masalah BAB, di antaranya yakni:
Seseorang bisa dikatakan mengalami diare jika kotorannya terlalu berair atau longgar. Kondisi ini patut juga diwaspadai mengingat seseorang bisa mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
https://health.kompas.com/read/2020/02/10/103100968/buang-air-besar-normalnya-berapa-kali-sehari