KOMPAS.com – Penyebab nyeri dada tak selalu mengarah pada penyakit jantung koroner.
Nyeri dada yang berasal dari jantung memiliki karakteristik tersendiri.
Nyeri dada yang disebabkan oleh gangguan jantung terjadi ketika aliran darah yang menuju jantung berkurang sehingga asupan oksigen (O2) juga menipis.
Penuruan aliran darah ke jantung tersebut bisa disebabkan oleh pembuluh koroner yang menyempit atau tersumbat tumpukan lemak.
Kondisi ini biasanya terjadi pada seseorang yang mengidap kolesterol tinggi.
Melansir Kompas.com (6/6/2020), orang yang mengidap penyakit jantung secara umum akan menunjukkan gejala nyeri dada sebelah kiri.
Namun sayangnya, penyakit jantung tak berwajah tunggal. Ada beberapa gejala lain yang bisa dicurigai sebagai ciri penyakit jantung.
Berikut beberapa di antaranya:
Penyebab nyeri dada selain penyakit jantung
Kehadiran nyeri dada memang bisa sangat menakutkan.
Beberapa dari kita mungkin menganggapnya sebagai awal dari kematian.
Bagaimana tidak, nyeri dada erat dikaitkan dengan penyakit jantung yang begitu berbahaya.
Namun, nyeri dada atau angina pectoris tak selalu menjadi tanda adanya penyakit jantung tersebut.
Melansir Buku Hati-Hati dengan Nyeri Dada (Angina) (2003) oleh Dr. Tom Smith, kata angina sebenarnya adalah kata kedokteran untuk “nyeri”. Sementara, angina pectoris berarti nyeri di dada.
Tetapi, kedua kata ini telah diplesetkan, yakni digunakan secara umum untuk mengartikan nyeri jantung.
Padahal banyak nyeri dada yang tidak berhubungan dengan penyakit jantung atau gangguan jantung.
Berikut beberapa penyebab nyeri dada selain penyakit jantung:
1. Gangguan otot dan tulang
Nyeri dada bisa muncul dari kram atau lebab pada otot dinding dada.
Nyeri dada yang paling umum muncul dari tulang iga, yang mengalami peradangan pada sambungan antara dua pertiga bagian tulang kerasnya dengan sepertiga bagian tulang mudanya.
2. Gangguan pernapasan
Nyeri dada bisa juga muncul akibat adanya peradangan di permukaan paru-paru.
Batuk sendiri bisa melebamkan otot di antara tulang iga sehingga timbul nyeri saat menghirup napas dalam-dalam.
3. Gangguan pencernaan
Nyeri dada bahkan bisa mengacu pada nyeri lambung, dalam bentuk gangguan pencernaan atau perasaan mual yang mendesak ke atas.
4. Serangan cemas atau panik
Melansir Buku Meredakan Nyeri Leher dan Dada (2019) oleh Zen Santosa, serangan cemas atau panik biasanya dipicu oleh perasan cemas, gugup, takut, atau stres.
Untuk mencegah serangan ini, penderita harus mendapatkan terapi perilaku dan kemungkinan perawatan dari dokter atau ahli.
Kondisi emosional yang tegang dapat meningkatkan laju pernapasan dan menegangkan otot-otot dada hingga terasa sakit.
Emosi yang tinggi juga dapat menyebabkan kejang pada kerongkongan atau pembuluh koroner jantung, rasa sakit yang dapat dirasakan di dada.
Cara memastikan penyebab nyeri dada
Ketika Anda mengeluhkan nyeri dada kepada dokter, bersiaplah untuk menjawab beberap pertanyaan yang sangat rinci. Misalnya saja, di mana tepatnya rasa nyeri itu munucul? Seperti apa rasanya? Seberapa lama nyeri terasa?
Kemampuan Anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu bisa membantu dokter untuk menduga diagnosis penyebab nyeri dada bahkan sebelum pemeriksaan dimulai.
Selain mengidentifikasi ciri keluhan yang dirasakan, penyebab nyeri dada bisa juga diketahui dengan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis dari dokter.
Berikut beberapa pilihan pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan, terutama untuk memastikan ada tidaknya penyakit jantung:
1. Elektrokardiogram (EKG)
Melansir Buku Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner (2008) oleh Prof Dr. Petr Kabo, EKG masih menjadi alat yang paling cepat dan paling murah untuk mendeteksi penyakit jantung koroner (PJK).
Akan tetapi hasilnya tidak bisa memberi gambaran 100 persen tepat karena masih ada beberapa kondisi yang bukan PKJ, tapi dapat mengakibatkan aliran darah arteri koroner terganggu ehingga mengaburkan hasil catatan EKG.
Di antaranya, yakni tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu rendah, anemia, kegemukan atau penyakit katup.
Dengan begitu, kesimpulan terakhir mengenai ada tidaknya PJK harus berdasarkan semua hasil pemeriksaan termasuk gejala, tanda, hasil laboratorium, juga usia dan faktor risiko lainnya.
Tes ini digunakan untuk mengetahui dan melihat aliran darah pada jantung apakah aliran darah tersebut terhambat atau memiliki gejala serangan jantung.
Apabila dalam pemeriksaan EKG ditemukan ada tanda PJK atau gangguan irama jantung, biasanya diperlukan pemeriksaan tahap kedua untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit.
Pemeriksaan tahap kedua bisa dilakukan dengan tes treadmill atau exercise stress testing (uji latih jantung dengan beban).
2. Treamill
Exercise testing adalah salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung koroner tersebut.
Selain itu, tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
Tes ini sebenarnya menilai perubahan gambaran EKG pada waktu jantung diberi beban, yaitu exercise.
Exercise yang diberikan bisa berupa naik turun tangga, bersepeda status atau dengan treadmill.
Saat ini tes treadmill dengan Bruce protocol adalah yang paling umum dipakai di seluruh dunia.
Hasil tes treadmill secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni positif atau negatif.
Apabila pada waktu exercise pasien mengeluh nyeri dada kiri atau sesak disertai tanda iskemik pada EKG, pasien ini disebut tes treadmill positif.
Artinya, pada waktu jantung dipacu atau diberi beban terjadi kekurangan suplai darah ke otot jantung.
Semakin cepat timbul nyeri dada atau perubahan EKG pada waktu exercise, maka kian berat iskemia miokard yang diderita pasien.
Sebagai contoh, pasien yang pada 3 menit pertama sudah mengalami nyeri dada dan perubahan EKG dikategorikan sebagai positif berat.
Pasien dengan golongan ini dianjurkan untuk kateterisasi jantung.
Sementara, apabila keluhan dan perubahan EKG timbul pada menit ke-9 atau lebih, maka hasil treadmill tetap dinyataka positif, tapi positif ringan.
Pasa kasus ini, pasien belum perlu dilakukan tindakan kateterisasi kecuali pasien memiliki banyak faktor risiko.
https://health.kompas.com/read/2020/06/07/180200768/4-penyebab-nyeri-dada-selain-penyakit-jantung