Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Obamacare" VS "Yudhoyonocare"

Kompas.com - 24/11/2010, 11:01 WIB

Oleh Imam Cahyono

Tanggal 19 Oktober 2004 seorang anak telah lahir. Namun, hingga hari ini anak itu tak kunjung bisa berjalan. Bukan lantaran mengidap kelainan bawaan, tetapi karena dibuat cacat oleh mereka yang menentang keberadaannya.
    
Pada ulang tahunnya ke-6 dia berkata, "Bapak, Ibu sekalian. Tolong bantu aku agar bisa menjalankan tugasku untuk melindungi dan menciptakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Anak itu bernama Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pada pengujung kepemimpinan Megawati, Indonesia akhirnya menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, yang mengatur Sistem Jaminan Sosial Nasional. SJSN bukan sekadar payung hukum, melainkan merupakan inti, tujuan, dan sekaligus alat negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, meliputi (i) jaminan kesehatan, (ii) kecelakaan kerja, (iii) jaminan hari tua, dan (iv) jaminan kematian.

Mandat SJSN untuk membentuk peraturan perundangan dan peraturan pelaksanaan dalam lima tahun pemerintahan Yudhoyono tak kunjung terwujud. Bahkan hingga periode kedua kepemimpinan Yudhoyono, SJSN masih lumpuh.

Berbagai apologi dilontarkan pemerintah demi menutupi keengganannya (unwillingness) dalam menjalankan SJSN, seperti keterbatasan anggaran, kontraproduktif dengan investasi, dan masih banyak lagi lainnya. Debat kusir seputar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tak pernah mampu mengimbangi desakan kebutuhan hak dasar warga.
    
Toh, negara miskin seperti Sri Lanka dan Gabon mampu. Vietnam, yang 10 tahun lalu belajar asuransi sosial dari Indonesia, pun telah melaksanakannya. Di negara maju seperti Korea Selatan terbukti bahwa negara yang menjalankan jaminan sosial menjadi semakin kuat. Bahkan Amerika Serikat, saka guru haluan kapitalis-liberal pun tak mau ketinggalan.

Politik kesejahteraan
Lain Indonesia, lain pula dengan Paman Sam. Presiden Obama menempatkan reformasi jaminan kesehatan (Obamacare) sebagai agenda prioritas kebijakan domestik. Biaya kesehatan, jika tidak direformasi, bisa menjadi ancaman ekonomi, membebani keluarga dan bisnis, bahkan diprediksi menjadi bom waktu anggaran negara dan kelangsungan AS.

Ia yakin bahwa sistem jaminan kesehatan yang lebih baik sangat esensial dalam pemulihan ekonomi sehingga reformasi tidak boleh menunggu lebih lama. "Health reform will not wait another year," tandas Obama.

Bukan hal aneh jika Obama menunda kunjungan ke Indonesia bulan Maret lalu, untuk fokus pada legislasi Undang-Undang Reformasi Jaminan Kesehatan yang tak lain adalah pertaruhan janji, komitmen, dan citranya di dalam negeri.

Meski banyak ditentang oleh sebagian besar politisi di Kongres dan kalangan industri, Undang-Undang Reformasi Jaminan Kesehatan akhirnya disetujui parlemen lewat kemenangan tipis atas voting dengan skor 219-212.

Keberhasilan legislasi tersebut merupakan prestasi besar yang memberikan perubahan bersejarah bagi Paman Sam. Betapa tidak? Sebagai empu penganut sejati haluan kapitalis- liberal, reformasi jaminan kesehatan tentu sangat bertentangan dengan spirit individualisme. Bagi kubu konservatif-Partai Republik-yang merupakan penentang utama, negara diharamkan mencampuri urusan privat.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau