Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Obamacare" VS "Yudhoyonocare"

Kompas.com - 24/11/2010, 11:01 WIB

Layanan kesehatan diserahkan sepenuhnya kepada wargamelalui sistem asuransi swasta, sementara mereka yang miskin mendapat bantuan
minimal. Hukum pasar mewartakan, yang kaya, yang mampu bayar, berhak
mendapat pengobatan.

Yang miskin, dilarang sakit atau mati saja. The rich get medical care, the poor stay sick or die. Namun, bagi Obama, Reformasi Jaminan Kesehatan jadi agenda utama untuk memberikan jaminan kesehatan kepada 32 juta rakyat Amerika yang tidak memiliki asuransi kesehatan.

Kebijakan progresif ini merupakan tonggak perubahan penting yang tidak akan dilupakan warga AS. Setelah menanti 45 tahun sejak Roosevelt, Obama berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah. (Tentang obsesi negara kesejahteraan Roosevelt ini diangkat dengan  apik oleh sutradara kontroversial Michael Moore dalam film terakhirnya, Capitalism).

Bill Clinton pun tidak mampu mengegolkan upaya ini karena pertarungan politik yang kuat. Realisasi reformasi merupakan komitmen pemenuhan janji politik yang harus ditepati saat kampanye kepada rakyatnya.

Lumpuh total
Serupa, tapi tak sama dengan Indonesia. Kendati berkampanye soal kesejahteraan, mempercepat pelaksanaan SJSN, dan jaminan kesehatan, reformasi jaminan kesehatan (Yudhoyonocare) di republik ini tidak pernah menjadi prioritas kebijakan yang harus dituntaskan.

Meski sudah disahkan DPR enam tahun silam, hingga sekarang SJSN masih lumpuh total, apalagi bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Kendati berbagai
roadmap dan studi telah dibuat, implementasinya bak penantian panjang
dalam kegelapan.

Jika dihitung, tidak sedikit kerugian yang harus ditanggung akibat kemandekan SJSN, terutama kegagalan menjalankan reformasi jaminan kesehatan.

Pertama, biaya kesehatan. Tahun 2009 terdapat sekitar 134,9 juta jiwa penduduk yang harus membiayai kesehatannya sendiri, alias tidak punya asuransi kesehatan, karena belum tercakup dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan asuransi lainnya.

Dengan belanja kesehatan per kapita penduduk rata-rata Rp 40.000 setiap bulan, kerugian yang harus ditanggung secara nasional mencapai Rp 5,4 triliun per bulan. Kerugian secara nasional per tahun mencapai Rp 64,7 triliun. Dalam lima tahun, total kerugian Indonesia mencapai Rp 323,8 triliun. Angka ini jauh lebih fantastis dari skandal bailout Bank Century.

Kedua, produktivitas ekonomi. Jika 175 juta penduduk usia produktif sakit 12 hari dalam setahun dan kehilangan pendapatan rata-rata Rp 25.000 per hari, kerugian ekonomi secara nasional Rp 52,5 triliun. Dengan kata lain, Indonesia kehilangan potensi besar untuk menggerakkan perekonomian bangsa dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Padahal, biaya untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat-universal-tak seberapa jika dibandingkan uang di APBN yang menganggur setiap tahunnya.

Akankah Indonesia membiarkan sosok SJSN lumpuh selamanya? Obamacare atau Yudhoyonocare, dilihat dari mana pun, berujung pada bukti komitmen dan kemauan politik. Sejauh mana upaya Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat, seperti diamanatkan konstitusi dan SJSN, juga tak lepas dari faktor kepemimpinan.

Kecuali, Indonesia menanti lahirnya lebih banyak Ponari, dukun cilik yang bisa menyembuhkan ribuan orang dari segala penyakit, dengan batu ajaib.

Imam Cahyono
Aktivis Lingkar Muda Indonesia,
Fellow pada Paramadina Graduate School of Diplomacy

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau