Kedua jenis penyakit ini sama-sama disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Keduanya pun menunjukkan gejala demam tinggi. Jadi, bagaimana awam bisa membedakannya?
DEMAM BERDARAH DENGUE
Gejalanya antara lain kepala berat atau pusing, sakit pada sendi dan otot, nyeri menelan, batuk, perut tak nyaman atau nyeri dibarengi mual, muntah ataupun diare, demam, perdarahan, dan syok.
Siklus demam DBD memiliki kekhasan, turun naik dengan pola menyerupai bentuk pelana kuda. Anak mengalami fase demam tinggi antara 39-40° Celcius. Kemudian akan masuk ke dalam fase kritis dengan gejala demamnya menurun drastis (kembali ke 37° C).
Pada fase itu sering kali penderita diduga mulai sembuh. Padahal ia justru sedang mengalami shock syndrome yang ditandai dengan penurunan suhu tubuh tiba-tiba tadi, denyut nadi cepat dan lemah, gelisah, kesadaran menurun, ujung tangan dan kaki teraba dingin, bibir kebiruan, serta wajah pucatdan tubuh berkeringat.
Fase kritis ini juga sering disertai perdarahan (mimisan, timbul bintik merah pada kulit, perdarahan usus, muntah darah, gusi berdarah, darah pada tinja atau warnanya kehitarnan).
Syok dapat terjadi setelah 2 sampai 6 hari sejak gejala DBD timbul. Bila terjadi syok, DBD disebut juga Dengue Syok Syndrome atau DSS. Pasien dengan DSS yang tak tertangani biasanya berakhir dengan kematian.
Sebaliknya, bila fase kritis ini dapat dilewati, maka pada hari ke-6 dan ke-7 sejak gejala DBD muncul, anak akan memasuki fase penyembuhan. Demam yang tadinya turun akan naik kembali sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan hingga akhirnya suhu tubuh kembali normal dan secara umum kondisi anak membaik. Anak terlihat aktif dan nafsu makan meningkat.
* Merusak Pembuluh Darah
Penderita DBD mengalami perubahan pada sifat dinding pembuluh darahnya yaitu jadi mudah ditembus cairan (plasma) darah. Perembesan ini terjadi sebagai akibat reaksi imunologis antara virus dan sistem pertahanan tubuh. Akibatnya, plasma masuk ke dalam jaringan berongga/longgar yang akan menimbulkan gejala, misalnya rasa tak enak di rongga perut jika terjadi penumpukan plasma di organ lambung. Perembesan cairan darah secara normal akan berhenti pada fase penyembuhan.
Sementara itu, kekentalan darah pun meningkat akibat kurangnya plasma. Jika tidak segera ditangani dengan asupan cairan -elektrolit, pasien akan mengalami syok. Cairan elektrolit membantu mengencerkan darah yang memekat sehingga oksigen dapat terus dialirkan ke setiap sel tubuh dan sindrom syok dapat dihindari.
Akibat lainnya, perembesan plasma yang terus-menerus menyebabkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Trombosit adalah komponen darah yang berfungsi dalam proses penggumpalan darah jika pembuluh kapiler pecah. Penurunan trombosit terjadi di hari keempat sampai kelima setelah gejala DBD muncul dan berlangsung selama 3-4 hari,