Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Kepribadian Jangan Saklek

Kompas.com - 04/05/2010, 13:17 WIB

Bantul, Kompas - Meski kepribadian menjadi indikator dalam penentuan kelulusan SMP, pihak sekolah diminta tidak terlalu saklek. Pihak sekolah seharusnya lebih banyak ngemong karena anak-anak SMP tergolong usia tanggung yang belum bisa bertanggung jawab penuh atas apa yang mereka perbuat.

"Sekolah jangan terlalu keras. Mereka itu kan anak-anak yang harus diemong. Kalau terlalu keras, mereka akan tambah keras. Kepribadian itu seharusnya lebih banyak mengedepankan pembinaan bukan hukuman," kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul Sahari, Senin (3/5).

Menurutnya, tiap SMP di Bantul menerapkan sistem poin untuk menilai kepribadian. Sistem tersebut dibuat untuk melatih siswa sadar dengan akibat yang ditimbulkan oleh setiap perbuatannya. Sistem poin menjadi hak sekolah sehingga dinas tidak bisa mencampurinya.

Dia mengatakan, ika sekolah sudah tidak bisa menoleransi lagi kenakalan seorang siswa, sebaiknya siswa tersebut diberitahu sejak awal sebelum ujian nasional (UN). Jika perlu, siswa tersebut tidak diikutkan UN sehingga tidak memberikan harapan lain.

"Kalau diikutkan UN, siswa masih ada harapan lulus. Padahal, meski nilainya UN-nya baik, sekolah tetap tidak bisa menoleransi kenakalannya. Saya mengimbau agar sekolah bisa lebih arif," ujarnya.

Tahun ini ada tiga siswa SMP yang terpaksa menjalani UN di rumah tahanan negara Pajangan Bantul. Satu siswa tersandung kasus pencabulan, dan dua siswa lainnya karena kasus pencurian. "Meski mereka tahanan, sekolah tetap bisa memberikan toleransi," ujar Sahari.

Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul ini mengingatkan kasus Yondi, siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta, yang tidak lulus karena pertimbangan akhlak. Padahal, nilai prestasinya jauh melebihi dari syarat lulus.

Karena kecewa, Yondi mengadukan hal ini kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Pihak sekolah juga menyatakan kasus Yondi sudah final karena sudah melalui dewan guru. Yondi sendiri saat dihubungi via telepon kemarin menyatakan, tetap tidak puas atas keputusan dirinya tidak lulus. "Saya merasa sekolah tidak adil dengan keputusan ini. Soalnya, ada beberapa anak lain yang poin pelanggarannya lebih dari 101, tetapi tidak dikeluarkan," ujarnya. Sejauh ini, Yondi belum memperoleh tanggapan dari sekolah mengenai keluhannya. (ENY/IRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com