Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susah Makan, Cekoki Saja...

Kompas.com - 15/05/2010, 14:09 WIB

Meski anak itu menangis dan meronta, tangan kuat nenek Jirah (59) bergeming untuk memastikan ramuan jamu cekoknya ditelan si bocah. Begitulah "ritual" di kios jamu Kerkop di Jalan Brigjen Katamso, Kota Yogyakarta.

Disebut cekok karena meminumkannya lewat paksaan. Meski dipaksa, orangtua sama sekali tak keberatan demi anak, yang kemudian lahap makan. Itu pula yang dialami Sumarni (34).

Setiap anaknya susah makan, warga Dongkelan, Bantul, itu lalu membawanya ke Kerkop. Setidaknya sebulan sekali ia rutin mendatangi kios jamu cekok Kerkop. Jamu cekok dipilih setelah sebelumnya mencoba berbagai obat penambah nafsu makan.

"Saya sudah coba beri sirop penambah nafsu makan, tapi hasilnya nihil. Anak saya tetap susah makan," ujarnya. Ia gusar karena pada usia tiga tahun (anaknya), asupan makanan penting untuk pertumbuhan fisik dan otak.

Sumarni, yang pegawai bank swasta itu, pertama kali datang ke Kerkop karena "gethok tular" informasi dari temannya. Sekali mencoba, efeknya langsung terasa. Anaknya suka makan. Sejak itu, Kerkop menjadi jujugan (tujuan) setiap bulan.

Pertama kali melihat anaknya dicekok, ia iba. Demi kebaikan, ia tegar. "Nangis sebentar gak apalah daripada tidak mau makan justru membuat saya susah," ujar dia.

Seratus antre

Di kios jamu Kerkop tiap hari rata-rata ada 100 anak balita antre dicekok. Jirah, pemilik kios, meramu jamu cekok dalam selembar sapu tangan. Setelah ditumbuk, perasan air dari saputangan itu langsung diarahkan ke mulut anak.

Biasanya, antrean terjadi pagi dan sore hari. Raungan tangis bocah adalah hal biasa di kios sempit berdinding kayu di seberang Purawisata itu. Yang menangis tak hanya yang dicekok, bocah lain yang sedang antre pun menangis ketakutan.

Tak semua penjual jamu cekok meminumkan jamu dengan cara paksaan. Darto (60), misalnya, penjual jamu cekok di kompleks Pasar Kotagede, meminta si ibu yang meminumkannya. "Agar tidak menolak, saya tambah madu sehingga manis," katanya.

Bila yang meminumkan si ibu, biasanya anak merasa lebih tenang sehingga tidak rewel atau meronta. Rina (4), misalnya, terlihat semangat minum jamu cekok di kios Darto.

Ia sama sekali tak menangis. Dengan cepat, ia seruput jamu cekok yang disajikan pada wadah tempurung kelapa. "Dulu, waktu awal-awal memang sering nangis, tapi sekarang sudah mapan sendiri. Kadang, malah ia yang minta sendiri," kata Indah (38), orangtua Rina.

Pada usia yang ke-4, berat badan Rina mencapai 24 kilogram. Tubuh gendut itu membuat orangtuanya senang. "Kalau badannya kurus, saya susah. Kesannya kurang gizi, gitu. Badan kurus mudah sakit karena asupan gizinya kurang," tuturnya.

Jamu cekok dijual Rp 2.000-Rp 5.000. Jamu cekok diramu dari temu ireng dan temulawak. Bila anak batuk atau pilek, biasanya ditambahkan puyang dan ramuan lain.

Bagi sebagian orangtua, jamu cekok-salah satu kekayaan tradisional-telah menjadi solusi kegusaran. (ENY PRIHTIYANI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com