Kompas.com - Selama ini jemaah haji asal Indonesia mendapat vaksin meningitis produksi perusahaan vaksin asal Begia. Namun belum lama ini komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan keputusan yang menetapkan vaksin tersebut haram karena dianggap terkontaminasi dengan bahan yang berasal dari babi.
Sebenarnya, apa yang menyebabkan vaksin meningitis itu dinyatakan haram? Menurut Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukman Hakim, vaksin Mencevax ACYW135 asal Belgia itu menggunakan media pertumbuhan dengan zat mengandung babi.
Di lain pihak, Glaxo Smith Kline, produsen vaksin dari Belgia menyanggah hal itu dan menjelaskan generasi terbaru vaksin Mencevax ACYW135 memang berasal dari parent seed (induk bibit) yang diambil dari working seed yang proses pembuatannya bersinggungan dengan enzim yang berasal dari pankreas babi (porcine). Namun telah mengalami pencucian dan pengenceran 1:67 juta.
Prof.Dr.Umar Anggara Jenis, guru besar Kimia Medical Organik dari Universitas Gajah Mada menjelaskan, terjadinya bersinggungan bukan berarti substansi vaksin mengandung komponen babi. Apalagi, teknologi pembuatan media bakteri saat itu memang tidak bisa membuat yang tanpa bersentuhan dengan enzim babi.
Perlu dicatat pula bahwa proses pembibitan ini semua dikerjakan oleh pabrik master seed alias pembuat nenek moyang kuman dari Belanda. Nah, baik GSK atau produsen vaksin lain ternyata sama-sama membeli dari pabrik tersebut.
"Kuman-kuman itu dikumpulkan puluhan tahun lalu yang pada masa itu belum ada teknologi yang bebas hewan (animal free)," kata Prof.dr.Jurnalis Uddin, Ketua Yayasan YARSI, dalam seminar mengenai vaksin meningitis di Jakarta, Selasa (3/8).
Dijelaskan oleh Umar, secara umum tahap pembuatan vaksin dimulai dari produksi bibit kuman, lalu dilanjutkan dengan penyiapan induk bibit (parent seed), penyiapan master seed, penyiapan working seed, fermentasi working seed, isolasi polikasarida, serta pemurnian polikasarida.
Penggunaan porcine pancreatic enzym (enzim pankreas babi) dalam media pertumbuhan bakteri menurut Umar berfungsi untuk melakukan digesti protein-protein yang ada dalam medium tersebut. Asam-asam amino hasil digesti protein inilah yang menjadi makanan bakteri N.menginitidis (bakteri meningitis) sehingga tumbuh menjadi sel-sel yang kuat dan baik.
Singkatnya, urai Umar, procine hanya berfungsi sebagai "gunting" untuk memecah rantai panjang protein menjadi peptida rantai pendek dan asam amino dan tidak dimakan oleh bakteri tersebut. "Jadi hanya bersinggungan dengan sel-sel N.menginitidis. Polikasarida ini kemudian melalui penyucian dan penyaringan," katanya.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dr.Siti Fadilah Supari, Sp.PJ, yang menjabat sebagai menteri kesehatan RI periode 2004-2008 menilai, proses pencucian berulang kali itu membuat vaksin meningitis produksi GSK saat itu dinyatakan halal. "Kalau mencari master seed yang tidak bersinggungan dengan enzim babi sampai saat ini memang masih belum ada. Perlu riset yang sangat lama. Bisa-bisa tidak ada yang berangkat haji nanti," ujarnya.
Senada dengan Siti Fadila, Dr.Ahmad Munif Suratmaptrama, pembantu rektor bidang akademik Institut Ilmu Al Qur'an menjelaskan bahwa saat ini tidak mungkin menemukan vaksin meningitis yang halal. "Semuanya haram karena nenek moyang vaksin ini bersinggungan dengan unsur babi," katanya.
Dengan mengikuti kaidah istihalah fikih Hanafi, urai Ahmad, meski isolat awal jelas-jelas bersinggungan dengan enzim babi, namun bakteri itu telah melewati proses kimiawi yang cukup panjang.
"Di sana juga ada pencucian, penyaringan dan pengendapan. Apalagi yang diambil vaksin itu bukan bakterinya tetapi polikasarida yang dihasilkan dari dinding sel bakteri. Bakterinya sendiri dibunuh dan dibuang. Dengan kata lain vaksin itu halal," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.