Selain harus terus waspada terhadap kemungkinan teror bom dari teroris, selayaknya Indonesia juga berhati-hati pada bom lain yang tak kalah dahsyatnya, "bom waktu" epidemi HIV/AIDS yang tidak mustahil akan menewaskan ratusan ribu warga dalam 10 tahun mendatang.
Data termutakhir dari Kementrian Kesehatan, sampai 30 September 2010 saat ini diperkirakan jumlah kasus HIV di Indonesia sekitar 330.000. Bila program pencegahan masih terbatas, tahun 2020 jumlahnya bisa mencapai 1,6 juta. Saat ini Indonesia adalah satu dari lima besar jumlah infeksi HIV di Asia, bersama India, Thailand, Myanmar, dan Nepal.
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) juga mencatat kasus kumulatif AIDS di kalangan perempuan di Indonesia hingga tahun 2010 menunjukkan rekor tertinggi dipegang oleh ibu rumah tangga yakni 1970 kasus. "Ini di luar dugaan banyak orang yang mengira kasus tertinggi pada pekerja seks," kata dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, sekretaris KPAN.
Salah satu konsekuensi dari epidemi ganda HIV/AIDS adalah meningkatnya jumlah bayi dan anak yang terinfeksi HIV. Sudah banyak ditemukan dalam suatu keluarga, suami dan istri serta anak mereka positif HIV atau ada anggota keluarga yang sudah meninggal karena AIDS.
Wanita pekerja seks di Indonesia sering dianggap sebagai biang masalah penularan HIV, padahal menurut Nafsiah yang perlu dipandang sebagai masalah adalah pria pelanggan mereka. "Kaum lelaki harus diadvokasi untuk lebih bertanggung jawab dalam perilaku seksnya," katanya di sela acara pembukaan Pekan Kondom Nasional 2010 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, kaum lelaki berpotensi menjadi "jembatan penularan" HIV ke istri dan anak-anak mereka. Sebanyak 1,6 juta perempuan beresiko tinggi tertular HIV karena menikah dengan laki-laki beresiko tinggi, yaitu yang membeli jasa seks atau memakai narkoba suntik secara bergantian.
Terbentur mitos Penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan penularan HIV yang sudah gencar dipromosikan sejak bertahun-tahun lalu masih selalu relevan hingga saat ini. Todd Callahan, country director DKT Indonesia mengungkapkan, sejak tahun 1996 hingga 2010, DKT Indonesia sudah menjual 736 juta kondom di Indonesia.
Sayangnya promosi penggunaan kondom sering dituding sebagai promosi seks bebas. "Kondom dan penggunaannya adalah kebaikan sosial yang seharusnya tidak jadi stigma," kata Todd, dalam acara peluncuran Pekan Kondom Nasional.
Didukung oleh BKKBN, KPAN, IBCA dan UNAIDS, Pekan Kondom Nasional 2010 dirayakan di Jakarta, Surabaya dan daerah lain mulai tanggal 1 Desember, bertepatan dengan Hari AIDS sedunia dan puncaknya tanggal 5 Desember 2010.
Persoalan lain yang menghadang promosi pencegahan HIV dengan kondom adalah adanya anggapan kondom akan mengurangi kenikmatan acara rekreasi di atas ranjang.
Seperti penuturan Cece, pekerja seks yang setiap hari menjajakan jasa di sekitar Stasiun Besar Bandung. Ia mengungkapkan sebagian besar pelanggannya menolak memakai kondom karena alasan kurang nikmat tadi. "Saya juga tidak berani memaksa karena takut pelanggan pada kapok sama saya dan lari ke wanita penghibur lain," kata perempuan asal Garut yang ditemui medio Oktober lalu.
Beberapa kali survei yang dilakukan BKKBN membuktikan stereotip "kondom mengurangi kenikmatan" tadi yang paling banyak membuat orang menjauhi alat kontrasepsi berbentuk sarung itu. Akhirnya banyak orang menjauhi kondom tanpa sempat mengenal dan memahami manfaatnya.
Mitos lain adalah kondom berpori. Padahal anggapan itu sudah tidak relevan lagi untuk dipercaya sekarang. Kondom yang beredar saat ini adalah kondom lateks yang cukup kuat dan sudah diuji untuk menahan sperma dan HIV.
Kondom berperan sebagai dinding penghambat agar tidak terjadi pertukaran cairan, seperti darah, air mani atau cairan vagina antar pasangan yang melakukan hubungan seks. Cairan-cairan tersebut bisa mengandung bakteri atau virus HIV.
Kondom lateks telah terbukti sebagai alat paling efektif dan murah untuk mencegah penularan infeksi menular seksual. Beberapa studi membuktikan hal ini, diantaranya studi klinik terhadap orang yang terinfeksi HIV dengan pasangannya yang tidak terinfeksi.
Pada 124 pasangan yang memakai kondom lateks secara konsisten, tidak ada yang terinfeksi HIV. Sebaliknya, 121 orang yang memakai kondom secara tak konsisten, 12 orang (10 persen) pasangan yang tidak terinfeksi HIV menjadi terinfeksi.
Karena itu salah satu strategi yang dibuat pemerintah dalam mencapai target MDG's dalam bidang HIV/AIDS adalah meningkatkan penggunaan kondom pada setiap hubungan seks beresiko mencapai 70 persen. Apabila dibarengi dengan penggunaan jarum suntik tak steril pada pemakai narkoba bisa turun hingga 35 persen, maka jumlah kasus infeksi baru bisa ditahan di bawah 600.000. Ini berarti bom waktu HIV/AIDS bisa dijinakkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.