KOMPAS.com — Sebagian dari kita mungkin masih menganggap medical check up sebagai kebutuhan sekunder atau bisa jadi terabaikan begitu saja. Padahal, pemeriksaan kesehatan secara berkala atau medical check up (MCU) sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah kesehatan secara dini.
Kasus serangan jantung yang menimpa politisi Partai Demokrat Adjie Massaid memberi pelajaran yang sangat berharga kepada kita akan betapa pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin. Meskipun kita merasa kondisi masih bugar dan baik-baik saja, bukan berarti tubuh benar-benar sehat.
Menurut dr. Prasna Pramita, Sp.PD, dari Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta, MCU sebaiknya dilakukan setahun sekali, khususnya bagi yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Dengan melakukan MCU, maka kelainan atau gangguan kesehatan dapat segera terdeteksi dan ditangani.
Tes paling sederhana
Paket standar pemeriksaan kesehatan secara berkala biasanya meliputi pemeriksaan fisik (anamnesa dan keluhan pasien), pemeriksaan laboratorium, rontgen thorax , serta treadmill. “Itu pemeriksaan minimal, tetapi kalau curiga ada keluhan lain, bisa juga dilakukan pemeriksaan tambahan lain, seperti USG abdomen dan tumor marker,” kata Prasna.
Pemeriksaan fisik meliputi, antara lain, pemeriksaan darah. “Misalnya, melihat kadar hemoglobin (sel darah merah) dan kadar leukosit (sel darah putih). Kalau leukositnya meningkat, berarti ada infeksi, tetapi belum ketahuan infeksinya di mana. Kalau pasien suka lemas atau pusing-pusing, bisa jadi karena kadar Hb-nya rendah. Nah, dengan MCU, bisa diketahui secara kasar dan dicarikan penanganannya,” lanjutnya.
Dari hati sampai jantung
Pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal juga dilakukan untuk melihat fungsi kedua organ tersebut. Rasa lemas, mual, bisa-bisa karena SGOT dan SGPT yang meningkat, yang menandakan adanya kerusakan sel-sel hati.
Dengan MCU, semua keluhan ini bisa ditangani lebih awal, misalnya dengan memberikan vitamin hati. Apalagi jika pasien mempunyai riwayat penyakit kronis, seperti kencing manis atau darah tinggi. Begitu juga untuk fungsi ginjal. Nilai untuk fungsi ginjal yaitu kreatinin, normalnya di bawah 1,5 dan ureum di bawah 50.
Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan gula darah. Gula darah yang berlebih dapat menyebabkan penyakit diabetes atau kencing manis.
Batas gula darah yang normal dibedakan atas dua kondisi, yakni puasa dan kondisi sesudah makan. Untuk kondisi puasa (tidak mendapat asupan kalori 8-10 jam sebelumnya), nilai batas normalnya adalah 100 mg/dL. Adapun untuk kondisi sesudah makan atau sewaktu makan, batasnya 140 mg/dL.
Lewat dari salah satu ketentuan tersebut seharusnya masuk pada prediabetes. Sementara untuk nilai kolesterol, total normalnya di bawah 200, LDL di bawah 110, dan HDL di bawah 50.
Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan lain yang juga dilakukan, misalnya, adalah cek mata (visus) dan EKG/treadmill. “Kadang-kadang, tanpa kita sadari kita suka pusing. Setelah dilakukan pemeriksaan visus, ternyata harus pakai kacamata,” jelas Prasna.
Sementara treadmill merupakan pemeriksaan rekam jantung (EKG) yang dilakukan saat pasien melakukan aktivitas pada ban berjalan. Melalui pemeriksaan ini, diharapkan dapat diketahui ada-tidaknya kelainan jantung tersembunyi yang sulit terdeteksi saat pasien istirahat.
Dengan aktivitas berjalan, jantung akan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Jika kondisi jantung sakit, jantung tidak akan dapat memenuhi kebutuhan tubuh, yang akan direkam oleh alat EKG tersebut.
Tumor marker
Khusus untuk wanita, selain pemeriksaan standar di atas, kadang-kadang perlu dilakukan tumor marker atau pemeriksaan untuk menandai adanya tumor, misalnya kanker ovarium dan kanker payudara.
Kalau curiga, bisa dilakukan USG (ultrasonografi), yaitu pemeriksaan bagian dalam tubuh dengan gelombang suara berfrekuensi tinggi (tidak dapat didengar manusia). Gelombang ini akan dipantulkan oleh bagian dalam tubuh dan ditangkap kembali oleh “receiver” berupa bayangan dengan kekuatan gradasi yang berbeda-beda pada monitor hitam-putih.
“Untuk perempuan yang berusia di atas 40 tahun, dilakukan mamografi, apalagi bila ada benjolan di payudara,” lanjutnya. Bila hasil baik, ulangi setiap 1-3 tahun, tergantung dari hasil pemeriksaan dan tingkat risiko kanker serviks.
Sementara untuk yang berusia lanjut, dilakukan pemeriksaan osteoporosis. Bagi perempuan usia 30-an, pemeriksaan lain biasanya dilakukan jika memiliki faktor risiko penyakit kronis genetik (keturunan).
“Kadar gula darah dan darah tingginya dicek. Atau, kalau ada yang mengarah ke tumor dan ada keluhan, perlu konsul ke spesialis kandungan,” jelas Prasna.
Diet atau olahraga
Setelah MCU, pasien akan bertemu dengan dokter spesialis penyakit dan diberitahu hasilnya. “Kalau ada yang harus diberi diet, ya konsulnya ke spesialis gizi, atau diberi obat. Misalnya untuk menurunkan kolesterol,” jelas Prasna.
Namun, tak semua diberi obat. Kalau kadar kolesterolnya 210 (batas normal di bawah 200), sementara usia pasien masih muda, tak perlu diberi obat. Cukup berolahraga dan mengurangi lemak. “Prinsipnya, kalau ada kelainan, ya kita benahi. Tapi, tergantung orangnya. Tidak harus selalu diberi obat.” Sering kali, pasien juga harus melakukan check up ulang, seminggu atau dua minggu setelah check up. Selama itu, pasien diberikan perawatan, sampai hasilnya baik.
Jadi tunggu apa lagi? Yuk, medical check up!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.