KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (Perdoki) Astrid B. Sulistomo menyatakan bahwa virus demam berdarah dengue (DBD) masih terus mengancam masyarakat Indonesia, seiring dengan bertambahnya jumlah penderita di tanah air.
“DBD di Indonesia itu pernah mencapai puncaknya di 2016. Namun, pada saat 2017-2018 mulai mengalami penurunan. Tapi sayangnya tren tersebut tidak bertahan, hingga saat ini kasus DBD justru meningkat kembali,” kata Astrid seperti dikutip dari Antara, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, DBD merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau status sosial.
Oleh karena itu, jika tidak segera ditanggulangi, kasus DBD di Indonesia dapat terus berkembang.
Baca juga: MKEK IDI Kajian Ulang Kode Etik Kedokteran dan Sumpah Dokter
Astrid juga menyoroti bahwa peningkatan angka penderita DBD biasanya terjadi saat musim hujan tiba, yang kini sudah mulai melanda hampir seluruh wilayah Indonesia.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara, salah satunya melalui penyebaran Nyamuk Wolbachia.
Nyamuk Wolbachia merupakan salah satu inovasi yang dikembangkan pemerintah untuk menanggulangi penyebaran DBD di Indonesia.
Proses pembuatan nyamuk ini melibatkan penyisipan bakteri Wolbachia ke dalam telur nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina, yang kemudian diproduksi massal di pabrik.
Meski demikian, Astrid mengungkapkan bahwa hasil dari upaya ini belum memberikan dampak yang maksimal di seluruh Indonesia.
“Salah satu wilayah di dekat Yogyakarta berhasil menekan penyebaran DBD dengan metode ini. Namun, di daerah lain hasilnya kurang efektif, meskipun tidak menyebabkan peningkatan kasus. Penyebabnya belum jelas, mungkin karena perbedaan jenis virus, cara pelaksanaan, atau faktor lainnya,” ujarnya.
Baca juga: Kecukupan Gizi Ibu Hamil: Kunci Utama Cegah Stunting sejak Dini
Penyebaran nyamuk Wolbachia telah dilakukan di sejumlah kota, antara lain Yogyakarta, Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan Kupang (NTT).
Hingga pekan ke-38 tahun 2024, kasus kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini sudah mencapai lebih dari 1.000 jiwa, dengan total 1.200 kasus yang tercatat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.