JAKARTA, KOMPAS -
Hal itu terungkap dalam jumpa pers terkait penyelenggaraan ”Asia Postgraduate Workshop” yang diselenggarakan The European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN), Kamis (3/3).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2010, prevalensi kegemukan pada anak balita secara nasional 14 persen. Terjadi peningkatan dibanding hasil riset serupa tahun 2007, yakni 12,2 persen. Prevalensi itu berdasarkan berat dan tinggi badan.
Prevalensi balita gemuk paling tinggi terjadi di Kota Jakarta. Provinsi lain yang tinggi prevalensi balita gemuknya tinggi antara lain Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Lampung, Aceh, Riau, Bengkulu, Papua Barat, dan Jawa Barat.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Badriul Hegar mengatakan, obesitas menjadi salah satu permasalahan yang diangkat dalam workshop tersebut. Obesitas semakin menjadi masalah seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat di kawasan Asia beberapa tahun ini.
Profesor Quak Seng Hock dari National University Hospital Singapura, mengatakan, obesitas pada anak terkait perubahan ketersediaan bahan makanan, pola makan, dan aktivitas. ”Pengetahuan tentang pemilihan makanan juga berpengaruh. Hal ini terkait edukasi di kalangan keluarga dan dokter anak,” katanya.
Aktivitas fisik juga berubah. Aktivitas anak, misalnya, kini lebih banyak menonton televisi dan bermain games di komputer daripada berkegiatan fisik bersama teman-temannya.
Di kawasan Asia yang kesenjangan antara masyarakat ekonomi kuat dan lemah masih tinggi, masalah obesitas berdampingan dengan persoalan gizi kurang. Hal itu terkait tidak meratanya distribusi kekayaan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan serta ketimpangan tingkat pengetahuan.