Jakarta, Kompas - Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak yang membahayakan kesehatan masyarakat. Salah satunya, resistensi bakteri terhadap antibiotik yang ada. Padahal, penemuan antibiotik generasi baru lambat karena tidak mudah.
Hal itu mengemuka dalam acara workshop dan media briefing mengenai pola peresepan obat di Indonesia, khususnya antibiotik, Sabtu (26/3) di Jakarta.
Salah satu pembicara, Dr Sharad Adhikary, perwakilan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, kekebalan kuman terhadap antibiotik kian mengkhawatirkan dan membahayakan. ”Kekebalan kuman membuat kita bisa kembali ke era sebelum antibiotik ditemukan,” katanya.
Karena itu, untuk Hari Kesehatan Sedunia yang diperingati tiap 7 April, WHO mengambil tema resistensi terhadap antibiotik dan penggunaan antibiotik secara rasional. Adhikary mengatakan, tahun 2005, ditemukan rata-rata 50 resep di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia yang mengandung antibiotik.
Hasil serupa ditemukan dalam studi Yayasan Orangtua Peduli. Sebanyak 86,4 persen anak penderita infeksi virus yang ditandai dengan demam dan 74,1 persen anak penderita diare diresepkan dengan antibiotik.
Adhikary menyatakan, antibiotik hanya menyembuhkan penyakit akibat infeksi bakteri. Bakteri mampu bermutasi sehingga tahan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibiotik.
”Superbug”
Adhikary mencontohkan kemunculan superbug (bakteri yang tak dapat dilemahkan) oleh antibiotik paling mutakhir.
Pengobatan infeksi oleh bakteri yang kebal antibiotik menjadi amat mahal karena membutuhkan antibiotik lebih mutakhir dengan kemungkinan efek samping lebih besar serta waktu pengobatan lebih panjang. ”Kita harus menjaga efektivitas antibiotik untuk masa depan,” katanya.
Pembicara lain, Guru Besar Farmakologi Universitas Gadjah Mada Iwan Dwi Prahasto mengatakan, ketidakrasionalan penggunaan antibiotik beragam. Mulai dari ketidaktepatan dalam pemilihan jenis antibiotik hingga cara dan lama pemberian.
Kebiasaan memberikan antibiotik dengan dosis yang tidak tepat, frekuensi pemberian yang keliru, dan waktu pemberian yang terlalu lama atau cepat mengurangi efikasi antibiotik sebagai pembunuh kuman. Terapi yang tidak efektif akan menimbulkan resistensi yang serius.
Penggunaan antibiotik tidak rasional yang paling sering ditemukan ialah pada batuk pilek dan diare akut akibat virus. (INE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.