JAKARTA, KOMPAS.com – Penyakit jantung dan pembuluh darah hingga saat ini masih menjadi masalah serius di dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data World Health Statistic 2009, penyakit jantung dan stroke adalah penyebab utama kematian di dunia.
Prevalensinya pun diperkirakan akan terus meningkat. Bahkan pada 2030 nanti, WHO memperkirakan sekitar 23,6 juta orang akan meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Penyakit ini pun telah diproyeksikan bakal terus bertahan sebagai penyebab kematian utama di dunia.
Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung juga menjadi salah satu penyebab utama kematian. Prevalensinya secara nasional mencapai 7,2 persen, namun angkanya diperkirakan akan terus meningkat seiring berubahnya gaya hidup masyarakat.
Untuk menekan tingginya angka kematian tersebut, masyarakat perlu memahami dan mengenali faktor yang menjadi penyebab munculnya penyakit jantung. Adalah penting untuk dapat mengetahui setiap faktor risiko yang mungkin Anda miliki. Sebagai contoh, jika Anda memiliki orang tua dengan riwayat penyakit jantung, maka Anda berada pada risiko yang lebih tinggi.
Menurut dr. Sari S. Mumpuni Sp.JP, spesialis jantung dari RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, faktor risiko seorang menderita penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni faktor yang dapat dimodifikasi dan non modifikasi.
Faktor risiko yang dapat dimodifkasi di antaranya adalah dislipidemia, tekanan darah tinggi, merokok, kencing manis, obesitas, kurang olah raga dan kebiasaan meminum alkohol. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat penyakit dalam keluarga, usia, jenis kelamin dan ras.
“Namun hal tersebut dapat dikendalikan atau bahkan dihilangkan jika Anda menerapkan pola hidup sehat,” ucapnya, saat media briefing, Kamis, (21/7/2011) silam di Jakarta
Faktor orang tua
Sari menambahkan, faktor risiko seseorang menderita penyakit jantung akan sangat kuat apabila orang tua (ayah) menderita serangan jantung, angioplasti, atau bedah pintas koroner (bypass) pada usia kurang dari 55 tahun, dan ibu mengalami hal serupa saat usia kurang dari 65 tahun.
Upaya pencegahan kata Sari, dapat dilakukan dengan upaya pencegahan primer dan sekunder. Pada prevensi primer, faktor risiko dikontrol atau dikendalikan sebelum timbulnya penyakit kardiovaskular mayor seperti storke, sindroma, koroner akut, dan gagal jantung.
Sedangkan pada upaya pencegahan sekunder, faktor risiko dikendalikan setelah terjadi penyakit kardiovaskuler mayor, untuk mencegah terjadinya serangan berulang.
Faktor lainnya dari penyakit jantung dan kardiovaskular adalah tingginya kadar kolesterol jahat atau LDL (low density lipoprotein), yang merupakan penyebab timbulnya kerak lemak yang menempel dan dapat menyumbat pembuluh darah.
"Sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, di mana pola makan rendah serat dan tinggi lemak sudah menjadi konsumsi sehari-hari,” jelasnya.
Mengonsumsi secara rutin bahan pangan yang kaya serat, terutama serat larut, terbukti mampu membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Hal ini juga baik dalam upaya menjaga agar jantung tetap sehat.
Sari mengimbau, agar setiap orang melakukan pemeriksaan kolesterol sejak mulai usia 20 tahun. “Jika normal, lakukan setiap 5 tahun sekali. Jika tinggi, lakukan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan, dan perubahan pola hidup,” tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.