Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat AIDS Bantuan Pemerintah

Kompas.com - 30/01/2012, 06:38 WIB

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

TANYA:

Adik saya laki-laki, 29 tahun. Enam tahun lalu dia didiagnosis terinfeksi HIV. Kami sekeluarga panik. Meski belum yakin benar, adik saya mengikuti program obat AIDS (ARV) yang dapat diperoleh secara cuma-cuma. Kalau tak salah, obat ini merupakan bantuan WHO dan disalurkan melalui Pemerintah Indonesia.

Ternyata, hasil pengobatan baik sekali. Berat badannya naik dan gejala penyakit juga menghilang. Bahkan, dia dapat melakukan kegiatan seperti sebelum sakit, seperti bermain tenis. Dia disiplin minum obat dan sampai sekarang masih berkonsultasi dengan dokter dua bulan sekali. Dia diizinkan dokter untuk menikah dan kemungkinan untuk mempunyai anak yang tak tertular HIV juga besar.

Belakangan saya mengikuti berita bahwa bantuan dari luar negeri untuk penanggulangan AIDS di Indonesia mulai berkurang, bahkan mungkin dalam beberapa tahun ke depan akan dihentikan. Saya khawatir dengan nasib adik saya. Jika dia tak mendapat obat bantuan pemerintah lagi, tentu penyakitnya akan kambuh. Namun, di balik itu, ada berita bahwa AIDS tak lama lagi akan dapat disembuhkan. Artinya, orang dengan HIV/AIDS tak perlu lagi minum obat seumur hidup. Benarkah demikian?

P di B

Obat antiretroviral (ARV) gabungan tiga macam obat dinyatakan bermanfaat untuk terapi AIDS sejak tahun 1996. Manfaat obat tersebut di antaranya menurunkan angka kematian berkaitan dengan infeksi HIV, menurunkan angka perawatan di rumah sakit, menekan jumlah virus HIV di darah, dan memulihkan kembali kekebalan tubuh yang menurun. Namun, manfaat yang juga penting adalah bagi mereka yang minum obat ARV secara teratur, risiko menularkan kepada orang lain menjadi amat kecil. Karena itulah ilmu kedokteran sekarang memang dapat mencegah penularan HIV dari suami ke istri atau sebaliknya.

Obat ARV yang dipakai oleh adik Anda bukanlah obat bantuan WHO, melainkan dibiayai oleh anggaran pemerintah. Sejak tahun 2005, Pemerintah Indonesia menyediakan obat ARV untuk rakyat secara subsidi penuh (cuma-cuma). Pada akhir tahun 2003, Menteri Kesehatan waktu itu (Achmad Sujudi) mengusulkan kepada pemerintah untuk membatalkan paten obat ARV di Indonesia dan membuat obat generik untuk kepentingan rakyat Indonesia.

Presiden Megawati menerbitkan keppres mengenai pengadaan obat ARV generik ini. Sejak itulah harga obat ARV paten yang mencapai sekitar 1.000 dollar AS setiap bulan dapat diproduksi dalam bentuk generik dengan harga sekitar Rp 400.000 sebulan. PT Kimia Farma yang waktu itu dipimpin oleh Gunawan Pranoto bersedia memproduksi obat tersebut. Obat tersebut sampai sekarang digunakan oleh sekitar 23.000 orang di negeri kita.

Pemerintah tahun ini menyediakan anggaran sekitar Rp 180 miliar untuk penanggulangan AIDS di Indonesia, termasuk untuk pengadaan obat ARV. Global Fund yang dibentuk oleh PBB juga membantu dana untuk upaya pencegahan dan juga terapi, terutama obat ARV lini dua, yang sudah mulai dibutuhkan oleh sekitar 5 persen pengguna ARV di Indonesia.

Komitmen pemerintah dalam pengadaan obat ARV cukup tinggi mengingat obat ARV sebenarnya adalah sebuah investasi. Dana yang dikeluarkan untuk obat ARV di samping bermanfaat bagi mereka yang memerlukan obat tersebut juga berguna untuk menurunkan risiko pencegahan (treatment as prevention). Memang benar dana Global Fund semakin menurun karena mulai ada beberapa anggota Global Fund yang tak dapat lagi menyediakan dana, seperti Italia. Namun, kita berharap pengurangan dana tersebut tak banyak pengaruhnya terhadap pengadaan obat ARV di negeri kita.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau