KOMPAS.com - Mengompol tidak hanya terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada orang dewasa juga bisa terjadi, yang biasa disebut inkontinensia. Ini adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak mampu mengendalikan keinginan berkemih.
Sebagian besar penderita inkontinensia adalah wanita. Pria lebih jarang mengalami gangguan ini, kecuali pada mereka yang telah menjalani operasi prostat. Banyak faktor pemicu inkontinensia pada orang dewasa, di antaranya yang paling umum adalah akibat kehamilan dan melahirkan. Hal ini biasanya disebabkan adanya perubahan otot di dasar panggul.
Selain itu, konsumsi obat-obatan tertentu setiap hari juga dapat memicu inkontinensia. Berikut adalah tujuh pengobatan yang mungkin dapat membuat Anda "mengompol" di celana:
1. Obat hipertensi
Orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan mengonsumsi obat hipertensi seperti jenis alpha-blocker seperti doxazosin mesylate, prazosin hidroklorida, terazosin hydrochloride, mungkin berisiko mengalami inkontinensia.
Mengapa? Karena alpha-blocker bekerja untuk menurunkan tekanan darah dengan mengendurkan dinding pembuluh darah. Masalahnya, obat ini ternyata juga mengendurkan kandung kemih bersamaan dengan pembuluh darah. Hal ini membuat Anda rentan terhadap stres inkontinensia, yang memungkinkan urin keluar tanpa sengaja ketika Anda bersin, batuk, tertawa, berlari, atau melompat.
Apa yang harus dilakukan? Anda dapat memulai dengan melakukan latihan kegel untuk meningkatkan kemampuan Anda untuk mengontrol otot-otot kandung kemih. Kontrol otot yang baik mungkin bisa mengatasi efek relaksasi dari alfa-blocker. Tapi kalau hal ini benar-benar menjadi masalah bagi Anda, segera berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan bantuan medis. Untungnya, ada banyak pilihan obat untuk mengontrol tekanan darah, sehingga dokter mungkin akan mencoba menggunakan jenis calcium channel blocker atau kelas lain dari obat yang tak memiliki efek pada kandung kemih.
2. Terapi hormon
Terapi hormon yang dimaksud bisa dalam bentuk pil oral estrogen saja atau kombinasi antara estrogen dan progesteron.
Sejauh ini para peneliti tidak mengetahui secara pasti kenapa hal ini bisa terjadi. Bahkan sampai saat ini, terapi hormon masih dianggap dapat membantu mengobati masalah inkontinensia, tapi sekarang justru dapat memicu atau memperburuk inkontinensia.
Apa yang harus dilakukan? Bicarakan dengan dokter tentang efek penggunaan hormon topikal, seperti estrogen dan progesteron dalam bentuk krim, atau patch estrogen, yang tampaknya memiliki risiko lebih sedikit ketimbang pil hormon oral. Bahkan untuk beberapa wanita yang menggunakan hormon estrogen dalam bentuk krim atau patch, cara ini dapat membantu mencegah atau mengurangi inkontinensia.
3. Antidepresan dan obat mental lainnya
Seperti obat dengan efek antikolinergik, yang berarti obat yang menghambat neurotransmitter seperti nortriptylene, amitriptyline, desipramine, benztropine, haloperidol dan risperidone.Obat-obatan tersebut mempengaruhi elastisitas kandung kemih sehingga urin terus memasuki kandung kemih, yang menyebabkan inkontinensia.
Apa yang harus dilakukan: Jika Anda berpikir antidepresan atau obat lain antikolinergik mempengaruhi kandung kemih Anda, konsultaskan dengan dokter dan beralih untuk mencari alternatif pengobatan yang lain. Menariknya, beberapa antidepresan trisiklik diketahui dapat membantu masalah inkontinensia. Anda mungkin perlu bekerja sama dengan dokter untuk menentukan resep atau obat apa yang cocok untuk Anda konsumsi, yang tidak memiliki efek samping.
4. Diuretik
Berbagai macam obat diuretik dengan nama merek Bumex, Lasix, Aldactone atau jenis generik seperti bumetanide, spironolactone, furosemid, teofilin, dan semua jenis "thalazides" (seperti hydrochlorothiazide), adalah obat lini pertama yang paling sering diresepkan untuk hipertensi. Namun obat ini diketahui juga dapat memicu inkontinensia.
Obat-obatan diuretik dapat merangsang ginjal untuk membuang kelebihan air dan garam dari dalam tubuh. Karena tubuh memproduksi lebih banyak urin, hal ini membuat adanya peningkatan tekanan pada kandung kemih.
Apa yang harus dilakukan: Jika Anda membutuhkan diuretik untuk mencegah hipertensi, Anda akan harus mencari solusi untuk mengatasi masalah ini. Anda tidak harus berhenti mengonsumsi diuretik. Sebaliknya, berbicaralah dengan dokter untuk memilih obat diuretik yang tidak memengaruhi kerja dari kandung kemih Anda. Cara lain, Anda juga dapat mengambil obat diuretik ketika pagi hari, bukan pada malam hari.
5. Dekongestan dan antihistamin
Obat dengan kandungan zat aktif seperti pseudoefedrin, diphenhydramine juga dapat merangsang Anda untuk mengompol.
Cara kerja: Dekongestan yang mengandung pseudoefedrin dapat memicu kontraksi sfingter uretra, menyebabkan retensi urin, yang pada wanita sering disertai dengan inkontinensia overflow mendadak. Namun, pada pria yang memiliki kebocoran setelah operasi prostat, konsumsi obat Sudafed justru dapat menekan otot-otot kandung kemih, sehingga mencegah kebocoran. Beberapa jenis antihistamin juga dapat membuat Anda mengantuk, yang dapat menyebabkan inkontinensia pada orang tua khususnya.
Apa yang harus dilakukan: Cobalah mengambil dekongestan yang berbeda, seperti loratadine, yang tidak memiliki efek samping pada kandung kemih.
6. Obat penenang dan obat tidur
Beberapa obat penenang atau tidur seperti Ativan, Valium, Dalmane, Lunesta, Ambien, diazepam, flurazepam, lorazepam, eszopiclone dan zolpidem dapat menjadi pemicu terjadinya inkontinensia.
Cara kerja: Konsumsi obat sedatif dapat memperlambat refleks Anda, sehingga Anda tidak mengenali sinyal bahwa sudah waktunya untuk pergi ke kamar mandi. Kebiasaan mengompol mempengaruhi sekitar 10 persen orang dengan inkontinensia, dan para ahli memperkirakan bahwa konsumsi obat tidur turut berkontribusi dalam memicu hal tersebut.
Apa yang harus dilakukan : Daripada harus mengambil obat penenang dan tidur, cobalah solusi alami untuk mengatasi masalah kecemasan dan gangguan tidur Anda. Konsumsi melatonin satu jam sebelum tidur dapat menjadi cara yang efektif untuk mengatasi masalah gangguan tidur, karena melatonin merupakan hormon alami yang dapat memberitahu otak Anda untuk segera tidur. cara yang lain, Anda mungkin juga dapat berbicara dengan dokter untuk memilih obat penenang atau obat tidur yang tidak menyebabkan relaksasi otot.
7. Obat penghilang rasa sakit
Setiap obat penghilang rasa sakit berbahan dasar opium dapat mengganggu kemampuan kandung kemih untuk berkontraksi penuh. Hal ini dapat menyebabkan retensi urin dan inkontinensia overflow. Obat penghilang rasa sakit opioid juga menyebabkan sembelit.
Apa yang harus dilakukan? Hindari obat penghilang rasa sakit opioid jika Anda bisa. Jika Anda memang memerlukan obat penghilang sakit setelah menjalani operasi (pembedahan), mintalah ke dokter Anda untuk memilih obat nonopioid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.