Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Buruh Miskin Terkena Kanker Payudara

Kompas.com - 02/05/2012, 16:20 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com - Lama tidak tertangani secara medis, kanker payudara yang diderita Narti (47) semakin parah. Bahkan kanker yang menyerang organ tubuhnya kini sudah memasuki stadium 4. Menurut keterangan dokter, indikasinya tampak dari beberapa bagian tubuh Narti seperti kaki dan tangan yang sudah sulit digerakkan.

Narti adalah seorang buruh pabrik pengolahan garam yang tinggal di Jalan Tambak Asri Dahlia I Nomor 16, Surabaya. Ia mengidap kanker payudara sejak tahun lalu. Karena himpitan ekonomi, isteri dari Kamidi itu tidak mampu berobat sehingga dia harus menerima kenyataan penyakit kankernya kian mengganas.

Akibat kanker pula, organ payudaranya terancam bakal diangkat karena sudah membusuk, bahkan kadang ditemukan belatung bersarang di lukanya. Untuk menghilangkan bau busuknya, Narti memberi lukanya itu dengan bubuk kopi dan tembakau.

Menurut ahli perawatan paliatif dan bebas nyeri RSUD dr Soetomo Surabaya, dr Agus Ali Fauzi, luka terbuka yang dialami Narti sudah membesar dan pecah. Narti juga sudah mengalami parase tulang belakang atau kelumpuhan.

"Kalau sudah luka pecah yang menyebabkan infeksi dan meluas, ini berarati sudah stadium 4. Apalagi dia juga parase tulang belakang, karena tangan sama kakinya sulit digerakkan," kata Agus yang didampingi Tim Paliatif RSUD dr Soetomo Surabaya , Rabu (2/5/2012).

Agus yang juga sempat mendatangi kediaman Narti, menegaskan bahwa perempuan penderita kanker ini tidak akan dirawat inap di rumah sakit . Karena dikhawatirkan, pasien akan semakin tertekan, dan itu bisa memperburuk kondisi pasien.

''Tim palitif kanker akan memberikan perawatan homecare yang holistik. Mulai dari penanganan fisik, psikis, sosial, kultural, hingga spiritual,'' tambahnya.

Sementara itu untuk perawatan, dilakukan dengan membersihkan luka dan memberikan obat untuk mengurangi rasa nyeri. Selanjutnya, perawatan juga diberikan untuk mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Hingga beberapa waktu ke depan kata Agus, Narti akan diberi asupan nutrisi hingga kondisinya membaik.

''Jika kondisinya sudah membaik atau setidaknya bisa bergerak, tidak menutup kemungkinan Narti akan diberi kemoterapi paliatif atau dioperasi,'' tambahnya.

Benjolan ditutup koyo

Menurut Kamidi, penyakit kanker payudara Narti sebenarnya bermula dari benjolan kecil di payudara sekitar 3 tahun lalu. Benjolan itu kemudian ditutup Narti dengan koyo. Lambat laun, benjolan kecil itu menjadi luka dan semakin membesar. ''Meski sudah terasa sakit, Narti tetap bekerja dan menghiraukan rasa sakitnya itu,'' katanya.

Saat sudah menjadi luka dan mulai menimbulkan aroma busuk, Narti masih tetap bekerja, dia menutup lukanya dengan kapas yang diisolasi. Untuk menghilangkan bau, Narti menaburi lukanya dengan tembakau dan kopi. "Kalau ditanya, bilangnya cuma bisul. Supaya enggak bau, dikasih tembakau sama kopi," terang Kamidi yang menikahi Narti sejak 7 tahun lalu itu.

Narti memutuskan berhenti bekerja pada Agustus 2011 lalu, saat benjolan di payudara Narti yang sebesar mangkuk itu pecah serta mengeluarkan darah dan nanah. Kamidi yang hanya berprofesi sebagai tukang becak tidak dapat berbuat banyak selain hanya merawat dan membersihkan luka Narti yang semakin hari semakin melebar.

Kamidi sempat membawa Narti ke RSUD dr Soetomo dengan bekal kartu Jamkesmas. Namun, menurut Kamidi, di sana dia hanya disibukkan dengan pengurusan surat yang menurutnya hanya menghabiskan tenaga dan pikiran. Sementara Narti dirasa belum dapat pelayanan pengobatan yang maksimal. ''Di sana saya hanya dapat capek, jadi lebih baik saya rawat sendiri di rumah,'' ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com