Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 28/09/2012, 10:13 WIB
EditorLusia Kus Anna

Kompas.com - Penyakit epilepsi yang ditandai dengan kejang berulang paling banyak, hampir 80 persen, ditemukan di negara miskin dan berkembang. Sayangnya, sekitar 60 persen penderita tidak mendapatkan terapi yang layak.

Penelitian mengenai kejadian penyakit epilepsi secara global tersebut dipublikasikan dalam jurnal The Lancet. Dalam editorialnya mereka meminta agar epilepsi juga menjadi prioritas kesehatan global.

Epilepsi merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh terganggunya aktivitas listrik otak sehingga memicu terjadinya kejang berulang. Ada sekitar 40 jenis epilepsi. Meski tidak termasuk penyakit mental, tapi epilepsi terjadi setelah cedera atau kerusakan di otak.

Menurut para peneliti, tingginya insiden epilepsi di negara berkembang terkait erat dengan faktor risiko seperti cedera kepala dan infeksi, misalnya dari cacing daging babi dan kebutaan sungai yang umumnya terjadi di benua Afrika.

Angka kematian pasien epilepsi, menurut Prof.Charles Newton ketua peneliti,  lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Salah satu penyebabnya adalah terapi pengobatan yang salah.

"Hambatan penyakit epilepsi adalah mayoritas terjadi di negara miskin dan di sana kurang fasilitas untuk diagnosis, perawatan dan manajemen epilepsi," kata Newton.

Ia menambahkan, banyak orang di negara berkembang yang tidak paham bahwa epilepsi bisa dikendalikan dengan pengobatan yang tepat. "Karena itu pemahaman dan tata pengobatan harus ditingkatkan," katanya.

Adanya stigma dari masyarakat terhadap penyakit epilepsi juga membuat pasien enggan mencari pengobatan dokter. Di beberapa negara juga ada kepercayaan bahwa epilepsi adalah penyakit kutukan.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+