Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/01/2013, 12:56 WIB

KOMPAS.com - Ada yang tak biasa di Kampung Nyalindung Kamis (24/1/2013) sore itu. Ratusan warga mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia berkumpul di suatu pelataran kecil dekat rumah ibadah warga. Pelataran yang biasanya sepi, sore itu mendadak berubah menjadi pusat kegiatan warga.  

Di sebuah tenda darurat, puluhan ibu-ibu dan anak-anak tampak begitu bersemangat mengikuti kegiatan mulai dari penimbangan balita dan ibu hamil, pemberian makanan tambahan, pelatihan kader posyandu hingga penyuluhan tentang gizi. Hari itu, warga kampung Nyalindung memang memperoleh kesempatan istimewa yang tak biasa mereka dapatkan setiap waktu.

Sore itu di kampung Nyalindung diadakan kegiatan Ayo Melek Gizi Komunitas dalam rangka memeriahkan Hari Gizi Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 Januari. Kegiatan  ini diikuti oleh beberapa karyawan PT Sari Husada, komunitas offroad Trooper Nusantara, beberapa pakar gizi dan mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB), para wartawan dan artis Nugie. 

Bagi masyarakat setempat, kegiatan posyandu dan pemberdayaan ini dapat diibaratkan hujan yang turun saat kemarau panjang. Maklum saja, di kampung kecil yang dihuni sekitar 416 warga ini, kegiatan penyuluhan dan  pemeriksaan kesehatan seperti Posyandu ternyata masih sangat langka dilakukan. 

Seperti diakui Siti Halimah, salah seorang warga, kegiatan penyuluhan kesehatan warga, khususnya balita dan ibu hamil masih menjadi barang mahal. "Dalam beberapa bulan terakhir, tak pernah ada kegiatan seperti ini.  Posyandu terakhir dilakukan tahun lalu," ujar ibu dari tiga anak ini sambil menyusui bayinya yang berusia 6 bulan.

Posyandu yang seharusnya menjadi kegiatan pemberdayaan dan perbaikan kondisi kesehatan warga khususnya balita dan ibu hamil, nyaris tidak berjalan di Nyalindung. Maklum saja, kunjungan tenaga kesehatan seperti bidan di wilayah ini sangat jarang. Alhasil, pengetahuan warga tentang gizi dan kesehatan sangat minim. 

Bagi Siti misalnya, pengetahuan tentang pentingnya gizi masa depan anak-anak tak pernah ia dengar. Dengan mengandalkan suami yang bekerja sebagai petani, ia pun hanya mampu memberi anak-anaknya makanan seadanya. "Hampir tiap hari saya memberi anak makan nasi dengan ikan asin, soalnya itu yang kami mampu," ungkapnya lirih.

Ia juga mengaku tak pernah sekalipun memeriksa kehamilannya kepada bidan atau mantri Puskesmas karena kesulitan akses.  "Sejak hamil anak pertama hingga anak ketiga pun, saya tak pernah periksa ke bidan, karena jarang ada yang ke sini.  Hampir semua ibu hamil di sini melahirkan dengan bantuan paraji (dukun beranak). Kecuali kalau memang persalinanya sulit, baru memanggil bidan yang jaraknya sangat jauh dari sini," papar Siti. 

Miskin akses
          
Kampung Nyalindung sendiri sebenarnya  bukanlah wilayah yang terletak jauh di pedalaman. Ini adalah salah satu kampung yang menjadi bagian dari wilayah Desa Pabuaran Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor. Jarak kampung ini sebenarnya tidak telalu jauh dari wilayah Jonggol, dan hanya kurang lebih 20 kilometer dari Cikeas.

Tetapi ironisnya, meskipun relatif dekat dari wilayah Ibukota sampai saat ini warga kampung Nyalindung masih belum memiliki akses dan fasilitas yang layak. Akses trasnportasi menuju kampung Nyalindung masih sangat buruk karena sebagian besar jalannya masih berupa tanah dan batu yang hanya dapat dilalui dengan kendaraan khusus offroad . Bahkan, menurut Ketua RW O4 Desa Pabuaran Cecep Putra, instalasi listrik di kampung ini baru masuk sekitar setahun lalu.

Karena kampung ini paling terisolir, sekitar 100 keluarga di Nyalindung hampir bisa dikatakan tidak tersentuh tenaga medis. Buktinya, walau tingkat kelahiran tinggi seringkali pertolongan kelahiran dibantu tenaga non-medis. "Untuk berobat saja, warga harus berjalan atau naik ojeg ke Puskesmas terdekat di Sukamakmur yang jaraknya sekitar tujuh kilometer," ungkap Cecep.

Selain minimnya akses dan fasilitas kesehatan, masalah sanitasi yang buruk juga menjadi keprihatinan di Nyalindung. Sebagian besar warga masih belum memiliki jamban yang dilengkapi septictank sehingga kegiatan mandi cuci kakus (MCK) masih banyak dilakukan di kebun atau hutan. "Hanya 15 persen saja dari warga yang punya septictank, kebanyakan warga masih buang air besar di kebun,"  ujar Cecep. 

Cecep berharap kampung yang sebagian besar warganya bertani ini mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat, terutama perbaikan akses transportasi dan fasilitas layanan kesehatan. "Saya berharap kampung minimal ini mempunyai posyandu untuk kegiatan pemantauan gizi dan kesehatan warga. Apalagi kalau ada Puskesmas yang lebih dekat, itu akan sangat membantu warga kami," ungkapnya. 

Kegiatan pemberdayaan dan edukasi gizi kepada masyarakat Nyalindung disambut positif oleh pakar gizi dan gurubesar Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB Prof Ahmad Sulaiman.  Selama ini FEMA IPB telah bekerjasama dengan Sari Husada dalam program edukasi gizi bagi penggiat gizi masyarakat melalui Ayo Melek Gizi Community and Nutrition Education Center (AMG Connect) yang telah diikuti 400 kader Posyandu dan penggiat gizi masyarakat 

"Dengan melihat langsung kondisi gizi sebuah masyarakat, kita dapat memberikan edukasi yang tepat untuk dapat meningkatkan derajat gizi dan kesehatan penduduk setempat. IPB akan mengirimkan mahasiswa untuk terjun secara rutin mengadakan bantuan ke sini," kata Ahmad yang turut serta dalam kegiatan.

Sementara itu Direktur Corporate Affairs and Legal Sari Husada Yeni Fatmawati menegaskan, program pemberdayaan di Nyalindung merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial. "Sebagai perusahaan yang memiliki perhatian terhadap gizi khususnya ibu dan anak, kami memiliki kegiatan sosial yang memfokuskan pada edukasi gizi dengan program Ayo Melek Gizi. Program ini bekerja sama dengan berbagai pihak  termasuk pemerintah, lembaga pendidikan dan LSM juga organisasi di tingkat akar rumput.  Nyalindung kami jadikan tempat kegiatan program ini karena lokasi dan kondisinya unik," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau