Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/04/2013, 09:24 WIB

KOMPAS.com - Adanya kelainan pada janin atau calon bayi dapat dideteksi sedini mungkin melalui pemeriksaan di awal masa kehamilan. Setiap ibu hamil selalu dianjurkan untuk rutin berkonsultasi dengan dokter dan menjalani pemeriksaan prenatal analisis dengan teknik ultrasonografi (USG). 

Salah satu kelainan janin yang dapat dideteksi melalui USG adalah kelainan kromosom, termasuk down syndrome. Indikasi adanya down syndrome di antaranya dapat terlihat lewat pemeriksaan USG ketika ditemukan penebalan tengkuk pada  janin yang sedang dikandung.

Down syndrome sejatinya disebabkan oleh kehadiran kromosom 21 rangkap tiga, sehingga disebut juga dengan trisomi 21. Kelainan ini merupakan yang paling ringan dibandingkan dengan kelainan kromosom lain.

Menurut spesialis kebidanan dari Rumah Sakit Premier Bintaro dr. Didi Danukusumo, Sp.OG, pemeriksaan USG tahap awal atau skrining adalah untuk mengetahui kelainan penebalan tulang tengkuk adalah pada usia kehamilan sekitar 12 minggu atau trimester pertama. Dikatakan terjadi penebalan tengkuk jika tebalnya tengkuk lebih dari 3 mm.

Penebalan tengkuk, papar Didi, terjadi karena pada janin yang mengalami kelainan kromosom juga terjadi kelainan jantung dan masalah jantung lainnya. Kelainan jantung pada janin yang mengalami kelainan kromosom hampir mencapai 90 persen.

"Kelainan jantung menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah dengan sempurna ke seluruh tubuh, sehingga pada pinggir badan terjadi penimbunan cairan. Inilah yang menyebabkan penebalan," jelas Didi.

Bila pemeriksaan skrining positif, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan diagnosis dengan teknik chorionic villus sampling (CVS), amniocentesis, dan percutaneus umbilical blood sampling (PUBS). Pemeriksaan diagnosis akan memberikan hasil yang lebih akurat dari skrining USG, sehingga dapat ditentukan dengan pasti adanya kelainan kromosom.

Didi mengatakan, risiko down syndrome sebenarnya dapat dikurangi dengan hanya hamil di usia reproduksi sehat, yaitu usia 20-35 tahun. "Jika hamil saat sudah melebihi usia reproduksi sehat, maka risiko janin mengalami down syndrome akan semakin tinggi," ungkap Didi.

Selain probabilitasnya yang semakin tinggi untuk mengalami down syndrome, hamil di luar usia reproduksi sehat juga meningkatnya risiko kelain kromosom yang semakin parah.

Ada beberapa jenis kelainan kromosom. Yang paling sering terjadi adalah down syndrome, patau syndrome, edward syndrome dan klinefelter's syndrome. Semakin parah kelainan kromosom, maka semakin sulit janin untuk menjalani kehidupan setelah dilahirkan.

"Jika sudah terjadi kelainan kromosom pada janin, maka perlu didiagnosis apakah janin masih compatible with life atau incompatible with life. Jika memang incompatible with life sebaiknya diambil tindakan termination of pregnancy," ujar Didi.

Kendati demikian, pada usia reproduksi sehat pun bukan berarti tanpa risiko. "Risiko pada usia kehamilan sehat pun tetap ada, meski kecil. Hal yang membesar risiko antara lain gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol, terpapar polusi," tutur dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau