Menemukan Kedamaian di Tidore...

Kompas.com - 15/04/2013, 12:29 WIB

SOASIO, KOMPAS.com - Meski usia Kota Tidore sudah menginjak 905 tahun, nama Pulau Tidore di kalangan wisatawan masih kalah "gaung" dibandingkan saudaranya, Pulau Ternate yang sama-sama berada di Provinsi Maluku Utara. Padahal, nama Ternate dan Tidore, dua pulau kecil yang dihubungkan dengan transportasi laut ini sangat terkenal sejak dahulu karena cengkeh dan pala. Tidak aneh bila bangsa Eropa berlomba-lomba berlayar menuju Ternate dan Tidore. Bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Tidore adalah pelaut dari Spanyol yang sampai di sana tahun 1512.

Tidak hanya Spanyol, demi cengkeh dan pala yang sangat mahal bila dijual di Eropa, pelaut Portugis dan Belanda pun turut berebut kekuasaan untuk menguasai Tidore.

bentorr

Becak motor atau bentor di Tidore. (Kompas.com/I Made Asdhiana)

Bagaimana kini nasib Tidore? Kalau dilihat dari sejarahnya, usia Kota Tidore yang tahun ini menginjak 905 tahun merupakan "jualan" yang luar biasa dari sisi pariwisata. Namun, usia yang panjang bukan berarti nama Tidore otomatis dikenal di kalangan wisatawan dalam dan luar negeri. Kalau mau dikelola dengan baik, Tidore yang sarat dengan kekayaan budaya dan adat istiadat ini tidak kalah dengan Ternate bahkan destinasi wisata lain di Maluku Utara.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Tidore Kepulauan, Asrul Sani Soleman, mengemukakan Tidore dengan luas wilayah 9.564,7 kilometer persegi memiliki potensi untuk mengembangkan sektor pariwisata. "Ada rencana untuk membangun satu-dua hotel besar oleh investor lokal. Homestay juga sedang kita kembangkan," ujar Asrul di Soasio, Rabu (10/4/2013).

Modal yang dimiliki masyarakat Tidore, lanjut Asrul sudah ada. Dia menyebut ciri masyarakat Tidore yang ramah kepada pendatang, berperilaku hidup sehat. "Coba lihat, rumah-rumah di pinggir jalan tertata rapi. Jalanan bersih, rumah mereka bersih, sirkulasi udara bagus. Nantinya masyarakat akan kita berdayakan untuk mengelola homestay. Sehingga masyarakatlah yang akan merasakan," kata Asrul.

"Kalau ada tamu menginap, masyarakat Tidore tidak menganggapnya sebagai tamu, melainkan saudara sendiri. Tamu akan dilayani seperti keluarga sendiri," tambah Asrul.

festivall 

Peserta Festival Tidore 2013. (Kompas.com/I Made Asdhiana)

Hari Minggu merupakan hari di mana wisatawan dari Pulau Ternate menyeberang ke Tidore. Wisatawan tinggal memilih transportasi laut yang akan digunakan, menggunakan feri atau speedboat yang cuma membutuhkan waktu hanya 5 menit.

Kota Soasio dikenal sebagai tempat yang tenang, aman, dan damai bagi wisatawan. Jalan kaki di kota ini terasa nyaman. Sulit menemukan aksi kejahatan di sini. Masyarakatnya terbilang ramah dan dengan senang hati akan memberitahu bila ada yang menanyakan alamat suatu tempat. Alamnya pun masih asri. Pantai terkesan bersih. Mobil dan motor belum begitu banyak lalu lalang. Jangan kaget bila becak motor (bentor) dan angkot di Soasio selalu menggelegar dengan musik barat atau musik lokal. Boleh dikatakan antar-angkot atau antar-bentor adu keras alunan musik. Penumpang sudah terbiasa dengan kondisi tersebut.

Sejarah Tidore yang panjang bisa disaksikan wisatawan di Kesultanan Tidore. Di lantai bawah Kedaton Tidore, perjalanan Kesultanan Tidore terpampang bagaikan sebuah diorama yang mengasyikkan untuk diikuti dan diresapi.

Bangunan benteng, meskipun masih dalam tahap penyempurnaan, bisa ditemukan di Tidore. Benteng Tahula yang dibangun pelaut Spanyol dan benteng Torre (oleh Portugis) adalah bukti Tidore menjadi ajang perebutan menopoli perdagangan cengkeh dan pala pada masa itu. Meski benteng-benteng tersebut kini sulit melihat bentuk aslinya, di mana batu-batu besar berserakan, Asrul berupaya keras untuk membangun kembali benteng tersebut sesuai bentuk semula. 

bentengg 

Menaiki anak tangga di Benteng Torre, Tidore. (Kompas.com/I Made Asdhiana)

Menurut Asrul, wisatawan bisa menyaksikan kemegahan dan ritual adat di Tidore melalui Festival Tidore setiap tanggal 12 April di Kedaton Tidore. Tanggal 12 April diperingati sebagai Hari Jadi Kota Tidore. "Jiwa warga Tidore adalah melayani. Ritual adat pun bisa berjalan dengan baik, seperti penyelenggaraan Festival Tidore," kata Asrul.

Sementara, Wali Kota Tidore Kepulauan, Achmad Mahifa memiliki keinginan yang kuat untuk memajukan pariwisata Tidore. "Kami akan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengembangkan Pulau Maitara dan Pulau Mare. Kami juga punya batik khas Tidore motif lumba-lumba dan cengkeh," kata Mahifa.

Sekda Tidore Kepulauan, Ansar Husen menambahkan, wisata sejarah, budaya dan bahari akan menjadi andalan Tidore. "Kita memiliki tiga pulau kecil. Nantinya di sana akan dikembangkan homestay, sehingga wisatawan betah berlama-lama menikmati keindahan pulau dan pantai di Tidore," katanya.

Asrul menyadari, sebuah obyek wisata tak cukup hanya menyediakan akomodasi semata, hal-hal lain juga perlu dihadirkan untuk menjaring wisatawan tinggal lebih lama di Tidore. "Pasar oleh-oleh akan kami dirikan. Nantinya wisatawan bisa membeli aneka oleh-oleh, mulai dari batik, kerajinan tangan, makanan, dan minuman khas Tidore," kata Asrul.

Ikuti Twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau