Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/05/2013, 06:49 WIB

Jakarta, Kompas - Terbatasnya jumlah lembaga rehabilitasi menjadi kendala pelaksanaan program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Di sisi lain, jumlah pencandu narkoba sangat tinggi.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara BNN dan lembaga rehabilitasi adiksi berbasis masyarakat di Jakarta, Jumat (17/5).

Menurut Anang, jumlah pencandu narkoba yang mencapai 2,2 persen dari penduduk Indonesia belum diimbangi dengan ketersediaan lembaga rehabilitasi yang cukup.

”Saat ini ada sekitar 4 juta pencandu narkoba. Namun, lembaga rehabilitasi yang kita miliki baru 90 di seluruh Indonesia. Sementara itu, penangkapan pengguna narkoba terus dilakukan dan jumlahnya semakin banyak,” kata Anang.

Terbatasnya lembaga rehabilitasi menyebabkan jumlah pencandu yang bisa ditangani masih sedikit. ”Saat ini, kita baru mampu merehabilitasi 18.000 orang setiap tahun. Setidaknya kita butuh sekitar 1.000 lembaga rehabilitasi agar yang ditangani bisa 1 juta orang,” ujarnya.

Anang menambahkan, permasalahan narkoba yang melanda dunia sulit diselesaikan total. Yang bisa dilakukan adalah menekan jumlah pengguna. Salah satunya melalui rehabilitasi pencandu.

”Upaya rehabilitasi perlu dilakukan bersama oleh seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta,” kata Anang.

Anang menekankan pentingnya rehabilitasi dibandingkan dengan hukuman penjara bagi pengguna yang mengalami ketergantungan. Oleh karena itu, BNN mendorong depenalisasi dan dekriminalisasi pengguna narkoba.

Depenalisasi adalah penghapusan ancaman pidana pada perbuatan yang dikategorikan tindak pidana. Ancaman pidana diganti dengan cara penanganan lain. Adapun dekriminalisasi adalah redefinisi dari tindakan yang semula dikategorikan sebagai tindakan pidana menjadi tindakan biasa.

Deputi Rehabilitasi BNN Kusman Suriakusumah menambahkan, meski pusat rehabilitasi narkoba yang didirikan BNN memberikan pelayanan secara gratis, pengguna narkoba masih enggan untuk berobat.

”Biasanya, orang direhabilitasi karena ada putusan pengadilan. Adapun pencandu yang tidak ditangkap dan diproses pengadilan jarang yang datang langsung ke lembaga rehabilitasi. Umumnya mereka malu, takut ditangkap atau dihukum, serta khawatir harus mengeluarkan biaya. Padahal, sebagian lembaga melakukan rehabilitasi secara gratis,” kata Kusman.

Di pusat rehabilitasi BNN, pencandu akan mendapatkan rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, serta peningkatan vokasional dan terapi.

Antisipasi narkoba baru

Anang mengatakan, selain melakukan rehabilitasi, BNN terus melakukan antisipasi terhadap kemungkinan muncul dan beredarnya narkotika jenis baru.

”Saat ini, kami sudah menemukan 14 narkotika jenis baru melalui pemeriksaan laboratorium. Temuan ini menjadi peringatan bagi masyarakat dalam mengonsumsi obat-obat. Jangan sampai obat yang dikonsumsi masuk dalam temuan tersebut,” kata Anang.

Menurut Anang, selain akan menginformasikan temuan itu dalam waktu dekat, zat-zat baru itu akan dimasukkan dalam lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (K12)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau