Di Indonesia, diet bebas gluten biasanya disarankan bagi para penyandang autisme. Namun, kini berkembang pola makan yang menghindari semua makanan yang mengandung gluten. Diet bebas gluten ini umumnya dilakukan setelah mereka mengalami gejala cepat lelah, kembung, atau perasaan tertekan (depresi).
Diet bebas gluten dilakukan berdasar diagnosis pribadi, bukan berdasar pertimbangan dokter. Ahli nutrisi Katherine Tallmadge menulis di Livescience, Jumat (28/6), diet bebas gluten tidak perlu dilakukan semua orang. Dari seluruh populasi, hanya sekitar 1 persen orang yang berisiko menderita penyakit celiac dan harus menghindari gluten. Bagi sebagian besar orang, konsumsi gluten justru sangat dianjurkan.
”Banyak orang setelah melakukan diet bebas gluten merasa lebih baik atau berat badannya turun. Padahal, perasaan itu muncul karena mereka mengurangi kalori yang masuk dengan mengurangi makanan olahan berbahan gandum. Tidak ada hubungan dengan gluten."
Tallmadge menulis, mereka yang melakukan diet bebas gluten, meski tidak menderita penyakit celiac, bisa mengalami kekurangan sejumlah nutrisi penting, seperti zat besi, asam folat, niasin (vitamin B3), thiamin, riboflavin, kalsium, vitamin B12, serta fosfor dan seng (zinc).
Karena itu, diet bebas gluten sebaiknya dilakukan hanya jika dianjurkan oleh dokter setelah ditemukan gejala alergi gandum. Jika tidak ditemukan gejala itu dan tidak ada saran dokter, konsumsi gluten tetap dianjurkan. (LIVESCIENCE/MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.