Namun kini para peneliti semakin dekat dengan penemuan sebuah metode terapi baru untuk mengobati penyakit tersebut. Motode tersebut mengontrol pergerakan mata manusia dan dapat memberikan perubahan positif setelah beberapa jam diaplikasikan.
Para peneliti mengatakan, temuan ini menawarkan cara baru untuk membantu penderita degenerasi makula yang tidak mampu lagi melihat.
Mereka menjelaskan, kebutaan yang disebabkan oleh degenerasi makula terjadi saat adanya kerusakan pada bagian dari retina yang disebut fovea. Untuk dapat melihat, mata menggerakan fovea ke beberapa bagian yang berbeda. Karena mengalami kerusakan, maka fovea pun tidak dapat melakukan tugasnya dan akhirnya gagal menciptakan gambar.
Ketua studi Bosco Tjan dari University of Southern California mengatakan, sistem yang mengontrol pergerakan mata bergerak lebih lembut daripada yang tertulis di literatur. Namun normalnya, mata dapat menyesuaikan dengan cepat jika ada penyumbatan pada fovea dengan mengalihkan titik penglihatan ke tepi.
"Dengan mengalihkan titik penglihatan, mata pun dapat melihat kembali," imbuhnya.
Tjan dan timnya melakukan percobaan pada enam orang dewasa muda yang memiliki penglihatan normal. Mereka disimulasikan mengalami gangguan penglihatan dengan menutup pusat fovea mereka menggunakan lempeng abu-abu.
Kemudian para peserta diminta untuk melakukan tugas untuk mencari objek-objek tertentu dengan melihatnya. Setelah tiga jam, ternyata mereka telah menyesuaikan gerakan mata untuk mengerjakan tantangan yang diberikan. Bahkan setelah beberapa minggu kemudian pun, mereka masih mampu melakukannya.
"Kami sangat terkejut dengan cepatnya laju penyesuaian gerakan mata dengan metode ini," ungkap para peneliti.
Para peneliti mencatat, penderita degenerasi makula pun sebenarnya bisa melakukan adaptasi ini secara normal. Sayangnya, proses tersebut memakan waktu lama, hingga berbulan-bulan. Maka mereka berharap, metode ini dapat membantu mereka untuk melakukan adaptasi penglihatan dengan lebih cepat.
Studi baru ini dipublikasikan dalam jurnal Current Biology edisi Agustus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.