Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bell's Palsy, Kelumpuhan Saraf yang Bikin Wajah Tanpa Ekspresi

Kompas.com - 06/09/2013, 14:59 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


Kompas.com - Selain melalui kata-kata, kita juga bisa menyampaikan rasa marah, sedih, atau takut melalui ekspresi wajah. Sayangnya kelumpuhan pada saraf wajah atau biasa disebut Bell's Palsy bisa membuat wajah tidak terlihat memiliki ekspresi.

Penyakit Bell's Palsy bisa terjadi pada usia berapa pun, tetapi paling umum terjadi pada usia 30-60 tahun. Penyebabnya sendiri belum diketahui.

Bell's Palsy cenderung terjadi secara tiba-tiba. Biasanya timbul rasa nyeri di belakang telinga yang mendahului kelumpuhan tersebut satu atau dua hari sebelumnya.

Kondisi itulah yang menimpa Aliya Nurlela (38) pada 2009 silam. Ketika menjadi panitia sebuah seminar bisnis di Nganjuk, Jawa Timur, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. "Padahal saya berangkat dalam keadaan sehat dan tidak terasa apapun. Saking tidak tahannya saya ke kamar mandi, ketika bercermin saya melihat ada yang berbeda dengan wajah," ujar ibu 2 anak yang hobi menulis ini.

Saat bercermin, kata Aliya, bibirnya terlihat miring ke sebelah kiri. Mata kanannya juga sedikit menutup, dengan letak alis yang tak lagi seimbang. Dirinya tak bisa tersenyum seperti biasa, karena bibirnya akan tertarik miring ke kiri. Senyum manis berubah seperti sinis.

Aliya memutuskan istirahat semalam di rumah sebelum esoknya memeriksakan diri ke dokter spesialis saraf. Saat itu dirinya merasa sakit kepala bertambah kuat. Ketika pemeriksaan itulah Aliya terdiagnosa menderita bell's palsy.

Sampai saat ini, Aliya masih tak mengerti kenapa penyakit itu menyerangnya. "Dokter juga mengatakan demikian. Sekedar perkiraan mungkin dipicu udara dingin, misalnya tidur menggunakan kipas angin. Padahal saya tak pernah melakukan itu," katanya.

Kelumpuhan pada otot wajahnya itu sempat membuat Aliya kurang percaya diri, sedih, dan mengurung diri. Namun dukungan seluruh keluarga memulihkan kondisi mentalnya. Apalagi kegemaran memulis membuatnya seolah lupa pada penyakit yang hingga kini masih dideritanya.

Atas saran dokter, Aliya menjalani fisioterapi yang meliputi kompres dan kejutan listrik di wajah. Saat awal pengobatan, terapi dilakukan setiap hari selama 25 menit.

Setelah dua tahun menjalani terapi, perlahan rasa kaku dan bibir yang miring mulai menghilang. Perlahan tapi pasti ia mulai "sembuh", meski Bell's Palsy sendiri belum ada obatnya.

"Sekarang bisa dikatakan kesembuhannya sudah mencapai 80 persen. Terapi mungkin hanya dilakukan seminggu sekali," katanya.

Aliya mengatakan, bell's palsy memberi hikmah bagi dirinya. Aliya menjadi lebih peduli pada hal kecil seperti memakai helm tertutup atau masker saat berkendaraan, tidak mandi di malam hari, tidak banyak keluar malam, tidak menghidupkan kipas angin apalagi sampai menyemprot muka, atau tidur-tiduran di lantai. Anjuran ini disarankannya pada seluruh keluarga dan orang terdekatnya.

"Sekarang saya berusaha mencintai wajah baru saya. Hobi menulis juga membantu saya terus semangat dan merasa sehat," ujar penggagas Forum Aktif Menulis (FAM) ini.

Serangan saraf
 
Menurut penjelasan dr.Roeslan Yusni Hasan, Sp.BS, dari RS.Mayapada Jakarta, kelumpuhan pada Bell's Palsy dapat disebabkan karena serangan pada saraf kranial nomer 7, bagian tepi (perifier).

"Saraf ini unik karena dia panjang dan menikung, melewati lorong yang disebut facialis kanalis. Lorong ini terletak di dasar tulang tengkorak," katanya.

Peradangan pada bagian saraf tersebut menyebabkan bengkak sehingga saraf menyempit dan terjadi perubahan pada otot wajah. Gejala lain yang menyertai bell's palsy adalah mata yang tidak bisa dipejamkan dan telinga yang lebih peka (hiperakuisisi).

Meski belum diketahui pasti, virus herpes diduga menjadi penyebab peradangan. "Penyebab pastinya belum diketahui. Namun untuk peradangan mungkin diakibatkan serangan virus," kata Roslan.

Ia menambahkan, ada beberapa kondisi yang membuat seseorang rentan terkena Bell's Palsy, yakni ibu hamil, penderita diabetes, dan penderita infeksi saluran nafas. Hal ini dikarenakan penurunan daya tahan, dan buruknya sistem aliran darah (vaskulerisasi).

Meski belum ada obatnya, Roslan menyarankan penderita bell's palsy tidak perlu khawatir. "Sekitar 60-85 persen penderita bell's palsy sembuh sendiri karena sifat penyakit yang self limiting disease. Yang penting tetap hidup sehat dan kontrol pola makan," katanya.

Namun Roslan tidak mengatakan berapa lama penyakit tersebut akan sembuh. Penggunaan obat antiradang dan antivirus bisa membantu mengatasi penyakit ini. Selain itu, pasien yang sulit memejamkan mata juga disarankan menggunakan penutup mata untuk menghindari infeksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau