Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/11/2013, 09:22 WIB
Unoviana Kartika

Penulis


KOMPAS.com - Nyeri punggung atau dikenal juga dengan saraf terjepit di punggung akhir-akhir ini menjadi problem yang semakin sering dijumpai. Hal ini karena pergeseran gaya hidup yang makin lama semakin tidak aktif (sedentary) dan jarang berolahraga.

Nyeri punggung merupakan rasa nyeri yang terasa di sekitar tulang belakang yang diakibatkan peradangan. Peradangan dipicu oleh penyempitan ruang saraf pada tulang punggung karena pengapuran atau rusaknya sendi pada tulang punggung yang kemudian keluar menekan saraf.

Dr Fachrisal, pakar ortopedi, menyatakan tidak semua nyeri punggung membutuhkan tindakan operasi untuk penyembuhan. Sekalipun membutuhkan operasi, nyeri punggung tidak perlu penanganan operasi besar yang menimbulkan banyak kekurangan, misalnya bekas luka yang besar hingga biaya yang banyak.

Ia mengatakan, dari seluruh kasus nyeri punggung, baik itu nyeri punggung bawah atau atas, hanya 10-15 persen saja yang membutuhkan tindakan operasi. Sisanya, hanya perlu istirahat.

"Istirahat saja seringkali sudah bisa memulihkan nyeri punggung. Proses tersebut juga terkadang membutuhkan bantuan alat seperti korset, namun sebaiknya tidak dipakai dengan waktu yang lama, maksimal satu minggu saja," tutur dia dalam seminar media bertajuk "Operasi Tulang Belakang dengan Minimal Invasive Spine Surgery", Kamis (31/10/2013), di Jakarta.

Fachrisal menjelaskan, penentuan tindakan nyeri punggung, haruskah dioperasi atau tidak, dapat dilakukan dengan cara wawancara medis. Dokter, kata dia, dapat menentukan perlunya tindakan operasi dari jawaban-jawaban yang dikemukakan pasien.

"Tidak perlu tindakan yang berlebihan seperti rotgen atau MRI, dengan wawancara medis saja sebenarnya sudah cukup," tegas dokter yang tergabung dalam tim Spine Center di Rumah Sakit Premier Bintaro ini.

Tindakan operasi yang dilakukan pun, imbuh dia, bisa berupa operasi tradisional atau operasi invasif minimal. Perbedaan keduanya yang paling mendasar adalah teknik insisi (perobekan) yang digunakan. Operasi tradisional menggunakan insisi yang lebar, sementara operasi invasif minimal menggunakan insisi yang relatif kecil.

Fachrisal menjelaskan, teknik invasif minimal sudah banyak digunakan untuk banyak bidang pembedahan, misalnya untuk sistem kardiovaskular, pembuluh darah, dan lain-lain. Dan operasi tulang belakang pun sudah dapat menggunakan teknik ini.

"Operasi invasif minimal memiliki banyak keuntungan antara lain meminimalisasi kerusakan jaringan lunak, pemangkasan waktu operasi, memperpendek waktu perawatan di rumah sakit, serta mengurangi kehilangan darah. Semua itu pada akhirnya akan mengurangi total biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan," jelas dia.

Meski begitu, tindakan invasif minimal membutuhkan peralatan yang cukup mahal dan keterampilan dokter yang tinggi. Karena itu, biaya yang perlu dikeluarkan pun berkisar lebih tinggi dari operasi tradisional.

Hanya saja, menurut Fachrisal, jika semakin banyak pasien yang beralih ke teknik invasif minimal, maka biaya alat bisa ditekan, sehingga harga keseluruhan menjadi lebih murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau