Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/11/2013, 16:13 WIB
Wardah Fajri

Penulis

KOMPAS.com — Saat bayi memasuki usia enam bulan, orangtua mendapatkan tantangan baru. Setelah melewati masa ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi perhatian berikutnya. Mulai pemilihan makanan, hingga cara pemberiannya.

Dalam memberi MPASI, orangtua perlu mempertimbangkan beberapa hal agar kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi. Di antaranya variasi makanan, frekuensi pemberian makanan, konsistensi, terutama terkait kebersihan proses pembuatan dan pemilihan bahan makanan, juga pemberian makan sesuai usia dan kebutuhan serta kondisi bayi. Adapun mengenai jadwal makan, untuk tahap awal, orangtua perlu jeli melihat kondisi bayi.

Ketua Ikatan Konselor Menyusui Indonesia Nia Umar, SSos, IBCLC, mengatakan bahwa orangtua sebaiknya melihat kondisi bayi dalam mengatur jadwal makan. Dengan kata lain, orangtua tidak terlalu fanatik dengan jadwal makan, tetapi perlu tugas dan menerapkan responsive feeding.

"Jangan melihat jadwal makan terlalu saklek. Bayi punya jadwal dan kebiasaan sendiri. Lihat kondisi bayi, harus assertive, responsive feeding. Jangan saat ngantuk, anak diharuskan makan sesuai jadwal," ungkapnya saat dihubungi Kompas Health.

Responsive feeding turut menentukan keberhasilan pemberian MPASI, terutama bagi orangtua bekerja. Dengan begitu, orangtua bisa memberikan MPASI sesuai kebutuhan anak yang pastinya berbeda satu dengan lainnya.

"Dengan responsif melihat kondisi bayi, ibu bekerja justru bisa memberikan makan saat bayi memang butuh makanan, tanpa fanatik dengan jadwal makan. Sebelum berangkat bekerja, jika memang bayi menunjukkan keinginan makan, ibu bisa memberinya makanan," terangnya.

Pemberian MPASI dengan responsive feeding juga membantu orangtua dalam mengatur porsi dan frekuensi makan, sesuai kebutuhan atau usia bayi.

Misalnya, mulai enam bulan, bayi mengonsumsi MPASI alami buatan rumah dua kali sehari, dengan selingan dua kali buah, sambil tetap menyusu ASI.

Frekuensi dan porsi makan perlahan bisa bertambah, sesuai usia. Lagi-lagi, tak ada aturan baku untuk pengaturan makan pada bayi ini. Orangtua perlu responsif terhadap kebutuhan anaknya.

Saat usia 7-8 bulan misalnya, lihat kondisi bayi jika ingin menambah porsi atau frekuensi makan. Begitu pun ketika bayi berusia 8-9 bulan, frekuensi makan bisa menjadi tiga kali sehari, ditambah selingan, tanpa melupakan pemberian ASI.

"Ada juga bayi yang makan sedikit tapi lebih sering frekuensinya. Setiap anak berbeda, orangtua perlu melihat kebutuhannya," sarannya.

Mengenai pilihan MPASI, Nia merekomendasikan makanan bayi alami yang dibuat sendiri di rumah. Selain bisa mengontrol kebersihan dalam proses pembuatannya, orangtua juga bisa memilih bahan makanan yang segar sehingga bisa lebih menjamin kualitas MPASI.

Makanan bayi alami, lanjut Nia, juga bisa memenuhi kebutuhan gizi bayi.

"Yang penting gizi seimbang. Satu porsi makanan mengandung protein, lemak, karbohidrat. Komposisinya tentu dominan karbohidrat. Lemak bisa didapatkan dari ayam, atau dari menumis bumbu dengan minyak atau margarin. Namun untuk bumbu, sebaiknya jangan banyak bumbu yang aneh-aneh, pilih bumbu netral saja seperti bawang putih, porsinya juga sedikit. Gula garam sebaiknya dihindari. Kalaupun mau diberikan, porsinya hanya sedikit sekali," saran Nia.

Mulai enam bulan, bayi bisa diberikan MPASI makanan rumahan. Artinya, orangtua juga bisa mengonsumsi makanan yang dimakan bayi, tetapi untuk versi dewasa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau