Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/12/2013, 10:03 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis


KOMPAS.com-Masa remaja identik dengan pencarian jati diri. Di masa ini, remaja mencari sosok yang sekiranya bisa dicontoh, baik dari karakter, sifat, hingga caranya berperilaku sehari-hari. Sosok inilah yang kemudian menjadi idola, dan menginspirasi remaja melewati masa tumbuh kembangnya.
 
Mengidolakan sesosok tokoh, menurut psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan-Universitas Indonesia, Indri Savitri, merupakan suatu hal yang wajar. “Remaja memang sarat dengan proses identifikasi diri, yang coba ditemukan lewat sesosok idola. Biasanya remaja mengidolakan sesosok tokoh lebih karena sifatnya yang terlihat, misal terlihat cakep, keren, atau jago. Sifat inilah yang kemudian dieksplorasi,” ujarnya pada KOMPAS Health.
 
Eksplorasi sifat inilah yang kemudian diadaptasi menjadi karakter dan sifatnya. Biasanya, eksplorasi juga menginspirasi keseharian remaja misal, caranya berbicara, berpakaian, hingga tingkah laku sehari-hari. Hingga tak jarang remaja tampak sangat terpengaruh dengan kehidupan tokoh idola.

Hal inilah yang patut diwaspadai dari efek idola pada kehidupan remaja. “Jangan sampai remaja terlalu mengikuti karakter tokoh idola. Kalau sampai terlalu ngeblend jadinya karakter remaja itu sendiri tidak akan berkembang. Remaja seperti melakukan copycat dan sepenuhnya berusaha menjadi seperti tokoh idola,” kata Indri.
 
Copycat, kata Indri, tidak baik bagi perkembangan karakter remaja. Hal ini dikarenakan remaja sebetulnya memiliki karakter sendiri yang tak kalah unik dan baik dibanding tokoh idola. Bila copycat dilakukan maka remaja seperti membunuh karakternya sendiri, dan pada akhirnya tidak memiliki jati diri.
 
Untuk mencegah supaya copycat tidak terjadi, remaja harus mendapat pendampingan orangtua terkait idolanya. Dengan pendampingan orangtua, diharapkan remaja bisa memilah mana yang sebaiknya ditiru atau tidak. Nilai positif, misalnya perjuangan idola mewujudkan harapan, mungkin bisa ditiru. Namun nilai negatif, misal perilaku merokok idola, tentu tidak perlu ditiru.
 
Pendampingan semakin penting dilakukan, mengingat banyaknya ajang pencarian idola di televisi. Dalam acara tersebut, proses eksplorasi sebelum menjadi idola terkadang sudah mendapat diatur pihak televisi untuk kepentingannya.

Padahal, untuk menjadi idola tentu tidak ada jalan instan, dan mengharuskan perjuangan keras sejak usia anak. Pada saat inilah, orangtua harus ada sebagai tempat berbagi dan berdiskusi, tentang apa yang sebaiknya ditiru dan tidak dari seorang idola.

 
“Memiliki idola sebetulnya hal yang baik, karena memberi inspirasi bagi remaja. Mungkin memiliki beberapa pernak-pernik idola masih tak menjadi masalah, karena itu menjadi karakter khas remaja. Namun patut diwaspadai jika remaja mulai bertransformasi dan mengadaptasi seluruh karakter dan sifat idola, tanpa berfikir kerugian bagi dirinya,” kata Indri.  
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau