Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/12/2013, 10:56 WIB
Rosmha Widiyani

Penulis

Sumber FOXNews
KOMPAS.com - Peneliti dari Jerman mengklaim telah menciptakan sperma yang bisa dikontrol dengan remote, untuk mengatasi infertilitas. Mereka menyebutnya "sperma robot".

"Sperma robot" ini dibuat dengan mengambil sperma asli dalam nanotube. Sperma ini kemudian dibentuk menjadi semacam "chip". Tube ini berbentuk makin sempit di ujung dan dipandu magnet menuju sel telur. Hal ini meningkatkan peluang pasien untuk hamil. Bagaimana prosesnya?

Metode untuk teknologi ini sesungguhnya sangat sederhana, yaitu menggunakan ekor sperma untuk melakukan kerja elektrik. Lalu menggunakan medan magnet untuk mengontrol sperma. Cara kerja ini mirip kompas yang selalu menunjuk ke medan magnet Bumi. Cara ini digunakan karena akan lebih mudah mengontrol sel tunggal, seperti sperma, yang mengandalkan ekor untuk menggerakkan dirinya melintasi cairan.

Hingga saat ini, para peneliti hanya bisa menggunakan sekelompok sel, dengan bantuan pengukuran secara matematis melalui jarak dan medan magnet. Untuk menciptakan "Sperma robot" ini, tim peneliti mengembangkan nanotube menggunakan besi dan titanium nanopartikel. Mereka kemudian mengisi tabung cairan berisi sperma. Nanotube tersebut didesain makin kecil di ujung, sehingga saat "Sperma robot" terperangkap, didahului dengan kepalanya, dengan bantuan remote dan medan magnet, sperma lebih mudah mendorong dirinya mendekati sel telur.

Bila teknologi ini berhasil maka hasilnya bisa diaplikasikan ke seluruh bidang pengobatan. Contohnya dalam kerja kemoterapi yang menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Sel kanker cepat mengalami pertumbuhan dan membagi diri.

Hal ini dikarenakan kemoterapi berpeluang merusak sel sehat yang terpisah dengan cepat. Selama pengobatan dengan kemoterapi, sel-sel sehat dalam tubuh bisa rusak dan mengakibatkan efek samping serius.

Dengan teknologi ini, dokter bisa memandu kemoterapi tepat pada sasaran. Hal ini tentu mengurangi jumlah organ dan sel yang terekspos racun hasil dari agen kemoterapi. Metode ini juga mengurangi paparan racun pada dokter dan pasien yang berasal dari pengobatan kemoterapi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau