Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2014, 08:36 WIB

BENGKULU, KOMPAS — Dari berbagai daerah dilaporkan, banyak warga belum paham prosedur untuk mendapat pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai diterapkan 1 Januari 2014. Bahkan, pegawai negeri yang semula peserta PT Askes baru sebatas tahu adanya JKN, tetapi belum memahami perubahannya.

Pemantauan di Rumah Sakit M Yunus, Bengkulu, Rabu (8/1/2014), menunjukkan, antrean pasien cukup panjang terjadi di loket pendaftaran poliklinik bagi peserta JKN dari pegawai negeri dan TNI/Polri.

Seorang pasien yang akan periksa rutin diabetes, Irson, mengatakan, ia telah mengantre lebih dari satu jam. Biasanya, ia hanya memasukkan formulir pendaftaran dan langsung menunggu di poli penyakit dalam. Namun, kini, setelah menyerahkan formulir pendaftaran dan surat rujukan, ia harus menunggu formulir diproses dan membawa ke poli penyakit dalam.

”Saya tahu ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari iklan, tetapi belum tahu mekanismenya. Dulu saya hanya tunggu 30 menit untuk diperiksa,” kata Irson yang juga polisi pamong praja itu.

Wakil Direktur RS M Yunus Bidang Pelayanan Adifitridin menyatakan, waktu tunggu bertambah karena di awal pelaksanaan JKN, rumah sakit harus memastikan pasien yang akan dilayani sudah terverifikasi oleh BPJS Kesehatan sebagai peserta JKN.

Hal serupa tampak di Pontianak, Kalimantan Barat. Kepala Bidang Pengelola Dana Fungsional RS Soedarso, Rabiatul Adawiyah, menuturkan, pasien JKN membeludak, bahkan pernah mencapai 600 orang sehari.

”Antrean di apotek dan loket menumpuk. Sebab, kini pelayanan menjadi satu atap,” katanya.

Rabiatul menyatakan, rumah sakitnya belum memiliki peranti lunak baru untuk mengklaim penagihan dan masih menggunakan yang lama.

Kepala Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan Popong Solihat menuturkan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan sosialisasi, tetapi masih banyak warga yang belum paham.

Di puskesmas itu belum ada fasilitas internet untuk melaporkan pelaksanaan kegiatan dan sumber daya manusianya kurang. ”Tenaga medis hanya 30 orang. Idealnya, ditambah tujuh orang lagi,” ujarnya. Apalagi, petugas puskesmas masih harus ke lapangan dan mengurusi administrasi.

Ada pasien protes soal resep obat. Pada program JKN ada obat yang ditanggung, ada pula yang tidak. Namun, masyarakat memersepsikan semua gratis.

Di Papua, penggunaan JKN masih rancu dengan Kartu Papua Sehat (KPS). ”Banyak petugas di rumah sakit masih bingung, apakah warga yang terdaftar sebagai pengguna KPS bisa menggunakan JKN,” kata Ketua Ombudsman Provinsi Papua Sabar Iwanggin di Jayapura.

Darno (68), warga Kelurahan Awio, Distrik Abepura, yang menjadi peserta Jamkesmas mengatakan tahu JKN melalui iklan di televisi, tetapi belum ada petugas yang menginformasikan tentang JKN.

Di Padang dan Palembang, masyarakat memadati kantor cabang BPJS Kesehatan untuk mendaftar sebagai peserta. Masyarakat tertarik karena iuran cukup terjangkau, sedangkan pelayanan kesehatan yang dijanjikan lengkap.

Ada pedagang dan fotografer lepas sedang mendaftar. Selain itu, sejumlah perusahaan swasta juga mendaftarkan para pekerjanya. Kecenderungan itu dibenarkan Kepala Bidang Pemasaran BPJS Divisi Regional III Widianti Utami.
Sosialisasi

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau