Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/08/2014, 20:05 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

 

 

KOMPAS.com - Penyakit jantung koroner (PJK) yang dideritanya membuat Agus Langgeng (56) kapok untuk merokok. Namun berhenti merokok diakuinya tidak mudah, ia pun memilih untuk merokok dengan cara lain, yaitu dengan rokok elektronik.

Bagi penderita penyakit jantung, merokok adalah kebiasaan yang wajib dihindari jika ingin menikmati hidup lebih lama. Sayangnya, meninggalkan kebiasaan yang telah lama menjadi bagian hidup memang bukan perkara mudah.

Hal tersebut dirasakan Agus yang mengaku sudah merokok sejak usia sekolah dasar. Larangan dokter agar ia tak lagi menyentuh rokok dianggapnya sulit. Namun ia menyiasatinya dengan memakai rokok elektronik.

Baca juga: Terungkap Identitas Penumpang Alphard Putih Saat Insiden Patwal Tendang Pemotor di Puncak

"Sejak lima tahun yang lalu saya mulai merokok dengan rokok elektrik," ujar editor sebuah tabloid otomotif ini saat dihubungi Kompas Health,Selasa (5/8/2014).

Pertama kali ia mencoba rokok elektronik buatan Inggris yang dibelinya di Malaysia. Ia mengaku rasanya cukup mendekati rokok sesungguhnya sehingga tidak ada kesulitan dalam mengganti kebiasaan merokoknya dengan rokok elektronik.

Hanya saja, rokok elektronik yang dimilikinya itu masih mengeluarkan nyala api yang warnanya mirip dengan api sesungguhnya. Karenanya, saat merokok di tempat umum, ia sering ditegur oleh orang-orang di sekitarnya. Sampai akhirnya ia menemukan rokok elektronik lainnya, kali ini buatan Amerika Serikat, yang nyala apinya berwarna biru. Setiap merokok dengan rokok ini, ia tidak pernah lagi ditegur.

"Asap yang dikeluarkan rokok ini juga nggak berbau sehingga benar-benar tak mengganggu. Merokok di dekat anak-anak juga tidak masalah," papar pria yang pernah dioperasi bypass untuk pembuluh darah jantungnya dua tahun lalu ini.

Baca juga: Demi Mudik Lebih Longgar, Menag Perpanjang Libur Lebaran Jadi 20 Hari, Ini Rinciannya

Setelah merokok dengan rokok elektronik, Agus merasa tubuhnya lebih sehat. Misalnya dulu tenggorokannya sering berdahak, sekarang keluhan tersebut hilang setelah ia mengganti rokoknya.

Tetap dilarang dokter

Meski ia merasa lebih sehat dan percaya rokok elektronik lebih aman daripada rokok biasanya, namun ia mengaku tetap dilarang oleh dokter untuk merokok sekalipun itu adalah rokok elektronik. Tetapi Agus tetap belum mau meninggalkan rokok elektroniknya.

"Kalau dokter sih pasti melarangnya, tetapi saya masih belum bisa benar-benar melepaskan rokok. Meski saya merokok jarang-jarang saja," kata dia.

Baca juga: Dedi Mulyadi Cari Kades yang Marah soal Pembongkaran Bangunan Liar di Bekasi

Menurut dia, saat ini pengguna rokok elektronik semakin banyak dan kemungkinan di masa depan, rokok jenis inilah yang akan menggantikan rokok konvensional. Ia memprediksi, cepat atau lambat semua perusahaan rokok akan memproduksi rokok jenis ini.

Larangan menggunakan rokok elektrik ini diamini oleh dokter spesialis paru dari RS Persahabatan dr Agus Dwi Susanto, SpP. Menurut dia, rokok elektronik bisa dikatakan merupakan cara "bahaya" untuk berhenti merokok. Ini karena rokok elektronik memiliki bahaya yang hampir sama dengan rokok konvensional, baik dari kandungan nikotin dan senyawa-senyawa kimia lainnya.

Meskipun pada awalnya, rokok elektronik merupakan cara yang digadang-gadang efektif dalam membantu orang berhenti merokok, namun penggunaannya kini tidak direkomendasikan.

Baca juga: 4 Gejala Diabetes yang Dirasakan Saat Berjalan Kaki, Apa Saja?

Dokter Agus menjelaskan, nikotin pada rokok dapat terakumulasi dalam tubuh dan menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan pengentalan darah sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Ditambah lagi, senyawa-senyawa kimia pada rokok bersifat karsinogenik yang memicu berbagai penyakit, termasuk kanker.

Untuk membantu berhenti merokok, dr Agus lebih merekomendasikan penggunakan permen, tablet hisap, inhaler, tempelan (patch), dan spray. Ini karena bahan-bahan ini meski mengandung nikotin, tetapi penggunaannya lebih dapat dikontrol dengan dosis yang dapat diturunkan secara gradual.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kenapa Ahok Diperiksa Lebih Dulu daripada Direksi Pertamina?
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi Akun
Proteksi akunmu dari aktivitas yang tidak kamu lakukan.
199920002001200220032004200520062007200820092010
Data akan digunakan untuk tujuan verifikasi sesuai Kebijakan Data Pribadi KG Media.
Verifikasi Akun Berhasil
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau