KOMPAS.com — Penyakit amytrophic lateral sclerosis (ALS) atau yang dikenal juga dengan penyakit Lou Gehrig belakangan ini banyak disebut karena menjadi alasan bagi banyak orang di berbagai belahan dunia untuk melakukan Ice Bucket Challenge.
Dokter spesialis saraf dari RS Islam Pondok Kopi, Gea Pandhita, mengatakan, prevalensi ALS masih terbilang kecil di Indonesia. Meskipun belum ada data jelas terkait penyakit ini, tetapi diperkirakan prevalensinya kurang dari 2 per-100.000 penduduk yang didiagnosis setiap tahunnya.
"Kalau di Amerika Serikat, ada 5.000 orang per tahunnya yang terdiagnosis dengan ALS, tetapi di Indonesia masih belum ada datanya," ujarnya saat dihubungi Kompas Health, Jumat (22/8/2014).
ALS rata-rata terdiagnosis di usia 40-50 tahun dan paling banyak dijumpai pada pria. Faktor terbesar penyebab penyakit ini adalah genetik. Artinya, sejak lahir seseorang yang terkena ALS sudah memiliki gen pembawa yang meningkatkan risikonya terkena ALS.
Penyakit ini juga dapat diturunkan, meskipun belum jelas peningkatan risikonya bila memiliki keturunan ALS. Pasalnya, penurunan ALS belum tentu berasal dari orangtua, tetapi bisa juga dari keturunan generasi sebelumnya.
Penyakit ini terbilang mematikan karena jika tidak diobati sejak terdiagnosis, kemungkinan seseorang untuk bertahan hidup hanya sekitar tiga tahun. Namun, bila diobati, perjalanan penyakit bisa lebih lama. Meski demikian, hingga saat ini pengobatan hanya mengatasi gejalanya, bukan untuk menyembuhkan penyakit.
"Penyebab utama kematian dari orang dengan ALS adalah karena tersedak, karena kemampuan menelannya menurun, namanya pneumonia aspirasi," jelas Gea.
Kemampuan menelan memang merupakan sasaran dari penyakit ALS karena melibatkan otot yang dikendalikan oleh saraf motorik. Tubuh memiliki banyak jenis saraf yang dilibatkan dalam proses berpikir, mengingat, merasakan, penglihatan, pendengaran, dan fungsi tubuh lainnya.
Pada ALS, saraf yang diserang adalah saraf motorik yang berfungsi untuk mengantarkan rangsang pada otot untuk melakukan gerakan. Gerakan yang dikontrol oleh saraf motorik, misalnya gerakan memegang benda atau berjalan.
ALS merupakan penyakit saraf yang unik karena gejalanya berasal dari kerusakan saraf di tengah proses penghantaran impuls saraf. Gea mencontohkan, jika terjadi stroke maka kerusakan saraf ada di saraf pusat, dan neuropati kerusakan terjadi di saraf tepi. Meskipun gejalanya sama-sama bisa dirasakan oleh tangan, tetapi karena sumber kerusakannya berbeda, maka gejalanya pun akan berbeda.
Sementara pada ALS, gejalanya akan lebih beragam karena kerusakan terjadi di saraf motorik yang merupakan sambungan dari saraf pusat menuju ke saraf tepi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.