Berbeda dengan yoga yang selama ini kita kenal yang selalu dilakukan di atas matras, pada yoga antigravitasi, seluruh gerakan dilakukan dengan berayun di atas kain khusus untuk menggantung atau hammock. Saat latihan, kita seolah sedang melayang menggunakan hammock.
Mony Suriany, instruktur yoga sekaligus Direktur Yogasana Studio Jakarta, menjelaskan, yoga antigravitasi dikembangkan oleh Christopher Harrison, seorang pemain Broadway yang mahir menari, koreografi, dan juga ahli kebugaran. Tahun 2007, ia meluncurkan antigravity aerial yoga.
“Banyak pemain Broadway mengeluh sakit pinggang atau punggung akibat gerakan yang macam-macam. Yoga ini merupakan kombinasi dari pilates, yoga, kebugaran, dan gymnastic aerial,” kata Mony.
Ciri khas yoga antigravitasi adalah penggunaan hammock. Namun, menurut Mony, tidak sembarang kain bisa dipakai. "Hammock harus memiliki lisensi sehingga sudah teruji aman, bisa mengangkat siapa pun yang beratnya sampai 454 kilogram," kata wanita yang pernah mengajar yoga di Australia dan Singapura ini.
Hammock berlisensi itu sangat elastis dan juga tidak akan melar saat dipakai melakukan gerakan-gerakan yoga antigravitasi.
Dasar latihan yoga ini, menurut Mony, adalah kekuatan otot perut. "Otot perut atau otot inti tubuh jadi terlatih. Karena tidak dibantu oleh instruktur, maka kita harus mengandalkan tubuh sendiri dan hammock yang menopang tubuh," ujarnya.
Dengan bantuan hammock pula, kita juga bisa melakukan gerakan-gerakan yang tampak "ekstrem" seperti headstand (kepala berada di bawah) yang tidak semua orang awam bisa melakukannya, tanpa perlu takut.
"Dalam yoga antigravitasi, kita bisa headstand dengan lebih ringan karena beban enggak numpuk di leher, tetapi dibantu hammock," paparnya saat ditemui di studio yoganya di kawasan Senayan, Jakarta, akhir Februari lalu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.